Pandangan Sisi Psikologi Penulis Terhadap Puisi “PRIHENTEMEN” Karya Kadek Sonia Piscayanti
- By Ni Putu Widiasih
- 06 Januari 2024
Puisi "Prihentemen" karya Kadek Sonia Piscayanti menggambarkan perjalanan seseorang menuju akhir kehidupan dan pembebasan dari lingkaran samsara. Puisi ini menyoroti konsep karma, dharma, dan perpisahan dengan kehidupan di bumi. Dalam puisi ini, terdapat ungkapan tentang penyelesaian tugas dan kewajiban, serta pertemuan terakhir dengan orang-orang yang dicintai sebelum memasuki "sunia" atau keadaan yang suci.
Puisi "Prihentemen" juga mencerminkan kedalaman makna dan perenungan akan kehidupan dan kematian. Melalui penggunaan kata-kata yang menggugah, Kadek Sonia Piscayanti berhasil menyampaikan pesan-pesan filosofis dalam karyanya. Puisi ini dapat diresensi sebagai karya yang memperkaya pemahaman akan nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan
Puisi ini mulai dengan panggilan "sunia memanggil manggil dalam gigil: lepaslah lepaslah dengan adil". Pembukaan ini mengundang pembaca untuk memikirkan tentang konsep dharma dan karma yang akan dibahas dalam puisi. Dalam bagian ini, puisi menyoroti tentang kehidupan dan kematian, serta peran-peran yang dimiliki oleh individu dalam menjaga dharma dan karma. Beberapa poin yang disampaikan meliputi: “Semua perkara akan berakhir dalam garis tangan maha adil.” ,”Tiada yang luput dari takdir, dan semesta bergulir mengalir seperti air.” dan “Bekalmu adalah karmamu, bhaktimu, dan dharmamu, dan individu harus mengakui batas tegas antara dharma dan karma”. Setiap larik – lariknya mempunyai makna yang sangat dalam. Pembaca bisa melihat upaya penulis meredakan ketegangan rasa rindu, dan kesediaannya serta kerelaan dirinya terhadap kepergian Bapaknya, agar bisa tetap terhubung dengan sosok bapak disusunlah sebuah kata-kata untuk meretas tabu seputar psikologi pribadi yang terkait dengan kematian lewat puisi. Karena baginya, semua tentang sang bapak ada pada setiap puisi yang di ciptanya.
Prihentemen dharma dumaranang sarat
“sunia memanggil manggil dalam gigil: lepaslah lepaslah dengan adil”
Semua perkara akan berakhir
Dalam garis tangan maha adil
Tiada yang luput dari takdir
Semesta bergulir mengalir
Seperti air
Seperti air
"Prihan temen dharma dumaranan jasa" adalah kalimat bahasa jawa yang dikutip dari Kakawin Ramayana.
Kalimat ini berarti: “Diusahakan tegaknya ajaran dharma (kebenaran) dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Ketimpangan puisi ini menggambarkan pemandangan terhadap kehidupan dan kematian, serta pertemuan terakhir dengan orang-orang yang dicintai sebelum memasuki "sunia". Puisi ini menyampaikan pesan-pesan tentang kedalaman makna dan perenungan akan kehidupan dan kematian. Dengan kepekaan emosional yang mendalam, penulis merinci perasaan kehilangan, kesedihan, dan kekosongan yang menghantui proses duka. Namun, yang membuat karya ini istimewa adalah cara penulis mampu menjalin keterhubungan emosional yang tetap terhidup dengan sang bapak meskipun telah tiada. Penelusuran psikologi kematian menjadi landasan kuat, memungkinkan pembaca merenungi makna hidup dan kematian dalam konteks hubungan filial. Sisi emosional kumpulan puisi "Prihentemen" juga tercermin dalam penggunaan metafora yang kuat dan gambaran yang mendalam. Pembaca diundang untuk merenung tentang arti kehidupan, kematian, dan perjalanan jiwa manusia. Melalui kata-kata yang penuh warna emosional, kumpulan puisi ini berhasil menciptakan pengalaman membaca yang memprovokasi empati dan memikat, meresap ke dalam perasaan pembaca dengan intensitas yang menggetarkan jiwa.
Dalam bagian ini, puisi menyoroti tentang pengabdian anak-anak yang berada di bumi dan penyelesaian tugas di dunia. Puisi ini juga menyampaikan pesan tentang kesadaran dan pemahaman akan nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan. Puisi ini berakhir dengan doa penghantar sunia dan semua karma yang di tanam di sepanjang usia. Kini menjadi bekal perjalanan setia, dan individu harus lepas dari lingkar samsara. Secara keseluruhan, struktur puisi "Prihentemen" Kadek Sonia Piscayanti mencerminkan perjalanan seseorang menuju akhir kehidupan dan pembebasan dari lingkaran samsara, serta menyampaikan pesan-pesan tentang karma, dharma, dan perenungan akan kehidupan dan kematian.
Namun perlu diingat bahwa mengendap dalam kesedihan seperti terjebak dalam labirin tanpa jalan keluar. Sementara emosi kita memang sah dan bermanfaat untuk diproses, terus-menerus meratapi kehidupan tanpa mencari solusi adalah seperti menarik diri ke dalam kegelapan yang tidak ada akhirnya. Pergilah, temukan cahaya di antara bayangan, dan cobalah untuk menemukan jalan keluar dari kegelapan yang meratap. Kesedihan memang nyata, tetapi kita juga punya kekuatan untuk bangkit dan mencari kebahagiaan di tengah kegelapan.
Komentar