Puisi-puisi Muhammad Ridwan Tri Wibowo

  • By Muhammad Ridwan Tri Wibowo
  • 14 November 2023
Pexels/Jovana

Rinai Doa

Yang aku tahu
hanya ada satu musim
di dunia ini.

Yang di setiap harinya
ada rinai doa yang
tak pernah reda.    


Peluk Doa

Hari itu sepi
dan dingin karena hujan.

Tapi, sepi itu terasa damai
dan udara dingin itu
melekat hangat di tubuhku:
seakan-akan
ada seseorang yang memelukku.

Apakah peluk itu doa?
Mungkinkah doa bisa memeluk manusia?


Semoga

Semoga.
Di sela-sela jemarimu
masih melekat jarak
yang rekat
ke dalam jemariku.


Takut Gemuk

Tahukah kalau kamu sebenarnya
hidup di ruang hatiku yang sempit ini?

Maafkan aku.
Jika dalam sehari
aku hanya memberimu makan sekali.

Dan, tak memberimu segelas susu.
Aku takut nanti kamu tumbuh gemuk
dan merasa engap tinggal di ruang ini.

Di sisi lain, aku pun juga takut gemuk:
Aku membayangkan kamu
bisa leluasa bergerak
ketika nanti
hatiku juga ikut melebar.


Masih Tersimpan

Masih tersimpan dalam ingatanku:
ketika aku melihat cahaya matamu
yang indah jatuh ke pipimu
ketika dirimu sedang tertawa bahagia.

Lalu, aku membayangkan
cahaya indah matamu adalah
cahaya matahari pagi
yang menyinari bukit-bukit,
dan tawa bahagiamu sendiri
merupakan udara sejuk.


Kenangan Adalah Embun di Balik Jendela

Kenangan adalah embun di balik jendela.
Kita tak bisa mengusap untuk mengenyahkannya
karena ada batas tebal dan transparan
sehingga mau tak mau kita harus melihatnya.

Kenangan adalah embun di balik jendela.
Kita tak dapat mengusapnya
untuk merasakan sentuhannya
namun kita bisa menikmati kehadirannya.

Sedangkan jendela adalah media temu kenangan;
yang menyajikan jiwa-jiwa manusia
yang pernah bahagia
dalam satu batas tebal dan transparan
yang bernama luka.

 

Kepalaku

/i/
Kepalaku ibarat kolam renang
dan orang yang berenang di dalamnya
adalah apa yang kupikirkan di kepalaku
hingga bertambah usia
air itu terkuras
dan orang yang berenang di dalamnya
semakin berkurang
berkurang
sampai akhirnya hilang.

/ii/
Kepalaku juga diibaratkan panggangan satai
dan isi kepalaku itu adalah baranya.
Sekuat apa pun aku mengipasinya
bara itu akan padam juga.

/iii/
Kepalaku juga seperti pantat.
Karena itu; aku butuh kloset
tempat kepalaku
mengeluarkan segala isinya.


Seribu Cara Hati Berbicara

Namanya Joey.

Sebelumnya ia sempat takabur. Ia merasa bahwa dialah yang paling mengenal dirinya. Namun, akhirnya gemuruh ombak menyadarkannya: gemuruh ombak itu seperti suara di dalam dadanya. Ia mencoba lebih intens dan berjalan menuju ujung pantai.

Sendirian.

Suara ombak itu seolah-olah berbicara dengan suara hatinya. Tapi, ia tak mengerti apa yang dibicarakan. Joey menangis. Hatinya ternyata selama ini masih keras. Akhirnya ia membuat sebuah tulisan dalam buku catatannya, yang berjudul "Seribu Satu Cara Hati Berbicara".

Alam lebih tahu
suara hati kita.
Tapi, terkadang kita
terlalu keras hati
merasa paling mengenal
diri sendiri.
Dan, akhirnya kita
hidup dalam bayangan
siapa sebenarnya diri kita.


Tugas Angin

Aku merasakan angin segar masuk dari jendela kamarku yang terbuka.
Dan sebelum angin itu pergi jauh: aku mencoba memanggilnya.
Angin yang sudah siap melaksanakan tugas berikutnya
kembali meluncur ke arah sumber suara itu berada.

Dari kejauhan sayup-sayup terdengar suara angin mendesah,
"Manusia memang selalu merepotkan saja." ujarnya Ketus.

Kelengangan ini memberikan kesempatan untuk berdialog dengan angin.
Mengapa belakangan ini, banyak angin yang berkunjung ke kamarku?

Angin yang mendengar isi hatiku seketika tertawa. Waktu ia tertawa,
aku melihat semilir angin sejuk berputar-putar di area kamarku.

"Sebenarnya ada banyak orang yang senantiasa merindukanmu.
Hanya saja kau terlalu sering berada di keramaian kota,
sampai-sampai angin susah mencarimu dan telat menyampaikan rindu itu.
Ketika tiba padamu, rindu itu telah tercampur polusi, suara klakson,
dan dengus nafas frustasi pengendara yang menatap macet di hadapannya.
Hanya saja kau tidak bisa memakluminya."
Entah mengapa aku menjadi tersipu malu mendengar gurauan itu.

Dan, untuk kedua kalinya angin tertawa
setelah merasa tugas yang dikerjakannya maksimal.
 


TAGS :

Muhammad Ridwan Tri Wibowo

Muhammad Ridwan Tri Wibowo, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Jakarta angkatan 2022.

No. WA: 083835908178

Instagram: @mridwantw

Komentar