Delapan Puisi Gimien Artekjursi
- By GIMIEN ARTEKJURSI
- 18 November 2024
MAUT ADALAH MISTERI
maut adalah misteri
seribu tanda kadang tak bisa membaca kedatangannya
sejuta isyarat kadang tak cukup menebak kehadirannya
yang kita tahu
tiba-tiba salah satu dari kita
dijemputnya
dengan paksa
Kumendung, 27 Oktober 2024
KETIKA MAUT TIBA
maut tak bisa diterka
tak bisa direka
tak ada yang bisa
menunda kedatangannya
ketika maut tiba
tak ada waktu menunggu
semua bergegas
tak peduli cerita belum terselesaikan
segores garis belum dirampungkan
semua ditinggalkan
pun tak ada waktu berkemas
siap atau tidak
semua dinyatakan tuntas
maut tak bisa diterka
tak bisa direka
dan tak ada yang bisa
menunda kedatangannya
Kumendung, Oktober 2024
TENTANG MAUT
(TANPA KITA TAHU)
tanpa kita tahu
perlahan-lahan maut mendekati kita
tanpa kita tahu
perlahan-lahan maut mengikis usia kita
tanpa kita tahu
perlahan-lahan maut memangkas hidup kita
tanpa kita tahu
sejak entah kapan
tanpa kita tahu
tiba-tiba memutus semua: kita dan dunia
tanpa kita tahu
kapan (?)
Kumendung, 8 Oktober 2024
TENTANG MAUT (SENANTIASA)
maut senantiasa mendampingi kita
di mana pun berada
mengiringi ketika kita berjalan
menemani ketika makan
menunggui ketika tidur
mendampingi ketika kita sedang apapun:
di rumah
di hutan
di ranjang
di mana pun
maut akan menyapa dan membawa kita
bila tiba waktunya
tanpa rencana
apalagi rekayasa
di gerbang keabadian kita
melambai
(bagi semua yang pernah bersama)
lalu mengikuti langkah-langkah sang maut
menuju alam baqa
Muncar, 30 September 2024
ADA YANG MENAKAR SISA USIA
ada yang menakar sisa usia
di bawah detik-detik waktu yang tersembunyi
diukur, ditimbang, ditakar
masihkah cukup sampai waktu yang diingin?
di luar, di dalam
detik-detik waktu tak mau diam
bergerak melaju
tanpa tuju?
tidak!
semua ke satu titik
:keabadian!
dan sisa usia
masihkah disebut sisa
jika semua sia-sia?
“harusnya ditukar
bukan ditakar,” petuahmu
(tak ada yang menjawab
meski itu sebuah kebenaran)
dan masih saja ada yang percaya
ada sisa usia
bisa untuk bla bla bla bla
di segala cuaca
lalu diukur, ditimbang, ditakar
Muncar, 9 Januari 2024
BIARKAN AKU
beri aku sepotong senja
dengan langit warna merah kesumba
akan kulukis di sana, di tepinya
segaris pelangi tanpa warna
mungkin putih saja
tak kuperlukan lagi keindahan atau kenikmatan
barangkali sedikit ketenangan
walau tanpa warna, tanpa rasa
membiarkan semua berlalu
tak peduli lagi yang terjadi
diam sebijak batu
menadah musim yang datang pergi
silih berganti tanpa henti
biarkan aku
membutakan mata
menulikan telinga
mematikan rasa
jiwa raga
agar tak melihat apapun
agar tak mendengar apapun
agar tak merasakan apapun
membiarkan semua berlalu
tak peduli segala yang terjadi
toh yang bisa kuperbuat
hanya mencaci maki dalam hati
menikam membantai dalam mimpi
karena di dunia nyata
aku hanya sia-sia
tak punya daya
maka biarkan aku melukis pelangi
di cakrawala senja
walau tanpa warna
hanya untuk kunikmati
sendiri saja
sambil menunggu sang maut tiba
Kumendung, 18 Februari 2024
NAFSU
haruskah kau pindahkan lautan ke dalam mangkukmu
hanya karena sayurmu kurang asin?
atau kau teguk habis isi danau toba
karena dahaga yang luar biasa?
demi memuaskan nafsumu yang tak terkendali?
mengikuti inginmu
bumipun tak cukup jadi ladangmu
seribu gurun sahara masih kurang luas
menggantikan halaman rumahmu
jangankan hanya penguasa dunia
sebagai tuhannya tuhan melebihi firaun sekalipun
belum bisa menggantikan nafsumu
yang tak terkendali
tak ada pagar
bisa membatasi nafsumu
selain kematian
Kumendung, 21 Mei 2024
BILA SEMUA INGIN BERKUASA
bila musim dan cuaca pun saling berebut kuasa
dan gunung-gunung dan hutan ingin bermahkota
laut mengincar singgasana
akan kuputar langkahku menjauh dari dunia
akan kulihat dan ku ikuti seluruh tingkah polah mereka
jauh dari tempat mereka berada
aku mau jadi penonton saja
sebelum ajalku tiba
Kumendung, 18 Maret 2024
Komentar