Siswi SMPN 1 Denpasar Jayanti Wimbakara Baca Puisi Anyar
- By I Made Sugianto
- 07 Februari 2023
DENPASAR – Pemerintah Provinsi Bali menggelar wimbakara (lomba) ngwacen puisi Bali anyar serangkaian perayaan Bulan Bahasa Bali V di kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali, Selasa (7/2). Wimbakara diikuti 19 peserta tingkat SMP. Mereka membawakan puisi wajib ‘Pasisi Sanur’ karya Made Sangra (alm) dan satu puisi pilihan. Dewan juri memutuskan Ni Putu Renaisan Andara Teja, siswa SMPN 1 Denpasar sebagai jayanti atau jura pertama. Disusul juara II I Made Suartama Yasa dari SMPN 14 Denpasar dan juara III I Gusti Ayu Andhini Iswari dari SMPN 6 Denpasar.
Ekspresi Ni Putu Renaisan tampak sedikit kaget ketika dewan juri yang terdiri dari Ketut Sudewa (akademisi), Putu Supartika (sastrawan), dan Made Sugianto (sastrawan) membacakan hasil penilaian. Siswi SMPN 1 Denpasar ini sempat tidak yakin mampu menjuarai lomba bergengsi tingkat provinsi itu. “Sedikit ragu karena ada beberapa kurang pas saat saya tampil,” ungkap Renaisan. Putri dari Ketut Ari Teja ini sejak SD sering mengikuti lomba baca puisi. Dia pun senang bisa tampil di lomba puisi Bali yang digelar Pemerintah Provinsi Bali.
Dewan Juri, Ketut Sudewa mengaku bangga dengan penampilan peserta lomba. Dia sangat mengapresiasi minat anak-anak ikut lomba baca puisi. Apalagi, puisi Bahasa Bali yang biasanya menjadi kendala pada bahasa. Seluruh peserta tampil sangat baik, khususnya dalam pengembangan aksara, bahasa dan sastra Bali, sesuai dengan kebijakan Gubernur Bali. “Hanya saja, ini mestinya diikuti oleh daerah dari kabupaten dan kota madya. Bila perlu ini dilakukan dari tingkat desa, dan kecamatan,” ucapnya.
Lomba ngwacen puisi Bali anyar ini merupakan ruang yang diberikan oleh Gubernur Bali, maka itu teman-teman sastra Bali modern kembali membina pada anak-anak khususnya bagi anak SD dan SMP. Terutama dalam penguasaan bahasa Bali, sehingga mengerti pemakaian bahasa alus dan bahasa kasar. Kegiatan ini sangat baik untuk mengasah otak dan pikiran. Terkadang mengasah pikiran itu kurang dilakukan karena harus mengejar teknologi. “Saat ini banyak anak-anak yang jurusan IPA menekuni sastra, teater, dan kegiatan seni lainnya. Itu kan untuk mengasah otak, menyeimbangkan otak kanan dan kiri,” sebut sastrawan asal Karangasem ini.
Secara umum seluruh peserta tampil bagus, namun beberapa peserta ada yang tidak tahu arti dari bahasa itu. Penyair-penyair daerah, dari kabupaten sering membuat puisi yang menyertakan dialek daerahnya masing-masing. “Sayangnya beberapa anak pembaca puisi tadi itu tidak memahami arti. Harusnya mereka mulai dari arti kata, baru menafsirkan lalu mengekspresikan. Ada juga yang salah baca kata-katanya. Itu menandakan bahasa Bali kurang dipahami. Tapi, dari keinginan mereka untuk ikut lomba sangat bagus dan patut diacungi jempol,” ucap Sudewa.
Menurut Sudewa, namanya juga baca puisi, maka harus membaca. Walaupun sudah hafal, tetapi tetap saja membaca. Pada lomba kali ini, ada yang tak membaca puisi tetapi menghafal. Dalam membaca puisi itu, juga terkadang bergerak bagai seorang pemain drama di panggung. “Itu boleh saja, tetapi jangan berlebihan sehingga menjadi kurang menarik. Bergerak itu bagus, namun porsinya harus pas, karena ini ajang membaca puisi, bukan bermain drama,” paparnya.
Komentar