Lima Puisi MH. Dzulkarnain
- By MH Zulkarnain*
- 03 Juni 2022
RIUH KEPALAKU UNTUK KEPALAMU
Jika musim riuh tak lagi utuh di kepalamu
Aku bersyukur pada setiap detak detik waktu
Karena aku tau bahwa kau
Adalah jantung dari segala kepala yang pilu
Riuh metropolitan, riuh politikan, hingga riuh bacot-bacotan
Terus menggerogoti halaman pemukimanmu
Memang aku tak berharap tentang semua itu
Tapi aku mungkin tetap penyair yang iseng-iseng selalu
Menarasikan setiap hembusan nafas lembutmu
Juga di sela-sela jendela maya
Aku bergumang,
Semoga apa yang mereka tayangkan
Memang benar-benar Benar
Supaya aku tak lagi menjadi anak bungsumu yang benar-benar ambyar
Dari apa yang telah mereka sebar
Ah,
Beginilah riuh kepalaku yang tiada henti meriuhkan kepalamu
Sumenep, 2022
APA KABAR JAKARTA
Apa kabar Jakarta
Terimalah sapaan ini
Sebagai bentuk bahwa aku pernah mengenalmu juga tempo hari
Sebagai akar, batang, ranting, daun
Dan buah dari sebuah pohon di tanah kami ini
Kini kau telah menua di kening para petuah
Dan telah di kenang oleh para anak-anaknya
Raut wajah yang terus berhiasan pernah-pernik hoax dan fakta
Terasa membuatmu awet pada setiap bingkai ceritanya
Akupun berdecak kagum, tanpa melebarkan senyum
Atas apa yang telah kau persembahkan
Pada orang-orang pinggiran yang menghiasi kolong jembatan
Semoga mereka juga ikut mendoakanmu di hari ini
Dan semoga saja pula kau mendoakannya
Annuqayah, 2022
RUBAIAT TAMAN SORGA
Bunga-bunga mekar tak pernah sukar
Pada tubuh tamanmu yang gemar segar.
Dengan senyum, doa dan penuh rindu
Banyak orang-orang menyiraminya tanpa keluh
Berseru begitu maha aduh.
Tuhan beri kita taman sorgamu
Tempat segala macam bentuk kata bermuara
Merangkul para penyair nusantara
Untuk menyeduh sejarah pada palung tubuhnya
Dan sesekali menggoda para perawan atau janda
Lalu mereka anggap sebagai selir setianya
Di taman sorgamu itu para sanak penyair
Tak pernah alpa memberimu syair-syair
Sejuk mengalir sambil berdesir
Pada rongga dadaku yang fakir
Secangkir puisi dan seberkas kopi
Adalah kawan penangkal sunyi
Merekapun hirup bersama-sama
Hingga hilang obituari insomnia
1968 hingga sekarang
Namanya akan tetap narasi
Pada setiap jengkal hidup kami
Annuqayah, 2022
RISALAH DARI PARA PENGHUNI MAYA
;Batavia
Jam telah mengukur panjang tubuhmu
Dari mula-mula tanduk sejarah
Kau kami kenal sebagai Batavia
Hingga sekarang sebagai ibu dari kota kata kita
Jauh setelahnya banyak kulihat percikan-percikan di layar kaca
Tentang riuh, malu dan beberapa keangkuan para suhu
Tengtang tawa, luka dan senyum yang ramah di bingkai maya
Tentang anak yang merintih, juga yang bernyanyi
Dan ada pula para remaja yang gemar mabar hati
Aku termenung sesaat diiringi senyum yang lekat
Apakah memang seperti itu keberadaan mereka di tempurung kepalamu
Atau hanya analisis kepalaku saja yang kebanyakan ngehalu
Kini lima abad telah berlalu sudah
Dan di keningmu penuh dengan mekar bunga
Segala bentuk harap merayakannya dengan sehat
Semoga Batavia yang kini telah Jakarta
Tetap ramah di jendela-jendela mata para pengguna maya
Sumenep, 2022
DI KOTA PECI
Nadham-nadhaman asyik
Adalah instrumen klasik
Merangkul doa-doa pada Sang Khalik
Meredam akal akar fanatik
Kota itu adalah kota malam
Kota di mana pernak-pernik firman Tuhan
Melekat erat terus kami baca, kami dengar, kami pandang
Suatu pemberian kalam keabadian
Waktu memang tak pernah lusu
Membangunkan pangeran subuh
Dari ruang remang tipu-tipu membelenggu
Rindu Ayah Ibu
Kami bungkus dalam hanagat kantong saku baju
Kadang kami letakkan di balik bantal batu
Di kota peci ini
Semoga berkah tumpah
Membasahi hidup tubuh tabah kami
Sumenep, 2022
Komentar