Lima Puisi Ni Nengah Ariati

  • By Ni Nengah Ariati
  • 03 Maret 2021
Pexels.com

Bayang-bayang Senja


Perjalanan waktu dan usia
Seperti jalannya matahari
di pematang senja
Dalam pertarungan zaman

Masih saja aku menggurat bulan
Saat musim memberikan gairah petualang
Gairah mimpi tak bertepi
Hanya dalam bayangan ilusi
Menghanyutkan kesendirianku pada sepi

Kehidupan melelehkan kisah
Mengupas waktu dalam guguran embun
Menebarkan garis tangan
Tengadah pada tinggi langit

 

Nyanyi Sunyi


Ruang ini mirip hatiku
Kosong merayap
dalam letih dan air mata

Senada nyanyi sunyi
Menguntai bait lirih
Mengembara ke sudut waktu
Nada resah mendesah mencari arah

Ruang dalam gugusan bintang
Tak bisa menghitung luas cakrawala
Tertunduk diam dalam bayang-bayang
Senyum beku tersekat di rongga

Di bawah bayangan bulan
Ku coba nyalakan lentera
Biar tetap terjaga
Setiaku pada pertiwi
Mengeja abadi

 

Tarian Musim


Masa silam
Dalam lipatan peradaban
Menyusuri jalan setapak berliku
Dalam genangan ritual

Harum bau kemenyan
Dalam perisai sakral tari sanghyang
Alunan doa menyulut taksu
Sujud puja Dewa Dewi

Catus pata pada malam purnama
Keheningan mengalir
Digelarnya gamelan rindik
Dua alam disatukan
Maya pada bersaksi

Garis kecil menari gemulai, dengan mata terpejam pada sebatang bamboo
Wujud bidadari berselempang kain emas
Mengibaskan tangan gaib
Menerawang jauh ke angkasa

Alunan kidung memecah malam
Bulan berbisik lewat cahaya
Karena musim mengikat berupa roh
Malam pun semakin larut

Tak tergantikan tari sanghyang
Sekalipun dunia makin maya
Tari wali pelindung petaka

        

Cakrawala Bulan November


Awal pagi
Menapaki jejak percakapan
Gerimis membasahi pucuk daun
Cahaya meragu menyapa embun

Hamparan waktu
Menghitung jejak di garis cakrawala
di jalan berliku, tidak berhenti mengarungi janji
Pada lirik sebatas hujan
Matahari menolak bayangan sendiri
di ujung halaman
Menjelma lagu panjang

 

Kisah Pandemi


Pada bulan ke berapa
Rinduku bisa menatap wajah ceria
Merenda harapan dalam bimbang
Menghitung pilu di sudut kalbu

Pesisir tak berhuni, sepi menyerbu kegelapan
Aku menghitung lampu jalanan mati
Riuh jalan raya terhempas tanpa nafas

Pandemi bukan hanya sebuah kisah
Namun jadi fakta di depan mata
Senyap di sekap musim
Pandemi melahirkan pilu tak bertepi
Pondok wisata hingga hotel berbintang juga sepi
Panorama tanpa wisata
Tak ramah lagi pada negerinya

Sekolah pun sunyi, ruang terkunci
Tiang bendera berdiri di halaman gersang
Kata-kata menjelma pada deretan keluh

Di balik lipatan masker
Orang-orang tak berhenti berdoa
Untuk mengikis rasa cemas
Sampai suatu saat
Pandemi usai

 


TAGS :

Ni Nengah Ariati

Dra. Ni Nengah Ariati, M.Pd. lahir di Karangasem, 14 Oktober 1962. Saat ini mengajar di SMP Negeri 3 Selat di Jln. Duda Utara, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Karya terakhirnya: antologi puisi Kepak Merpati (Oktober 2019). Penulis bisa dihubungi    lewat email: ariatinengah@gmail.com atau WA: 0812 4639 467.

Komentar