Puisi-Puisi Cinta

  • By IBW Widiasa Keniten
  • 08 Juli 2020
Ilustrasi: Pixabay

Beri Aku Cinta


beri aku cinta yang melayani hati
beri aku cinta yang mewarnai pelangi
beri aku cinta yang mengusik rindu
beri aku cinta melulurkan rembulan

sepasang merpati meradu cerita di musim cinta
keduanya beradu pandang meluruskan harapan
“Kita akan terbang menyusuri awan
kita akan beradu rindu dalam lengkung langit biru.”

ia menuju garis harapan yang terukir di imajinasinya
ia terbang merengkuh hidup dalam gemuruh gelombang
ia arungi lautan itu walau napas terengah-engah

sepasang merpati menikmati angkasa
“Kita sudah jauh mengepakkan sayap
kita kembali ke rumah cinta
mewartakan rindu seisi hati.”

rumah rindu bercat cinta
menyapanya dengan wajah berdenyar
“Masuklah, rumah ini milikmu
rawatlah ia, lewat benih-benih rindu dan keindahan
karena hidupmu adalah keindahan.”

sepasang merpati itu mendendangkan rindunya
menyenandungkan harapan dalam buaian mimpi-mimpi
“Kita raih mimpi bersama,” ucapnya.
Kita rajut jiwa dalam bingkai kasih
mari-marilah tidur bersama
meninadabobokan gelisah yang terlewati.”

“Harapan itu seindah rembulan
petikkanlah aku, akan kusumpangkan sepanjang musim.”

                             Semarapura, Juli 2020
                        
                        

Kisah Kakek Nenek pada Cucunya


lapangkanlah jiwamu menuliskan kasih
karena kasih selalu berpadu
dalam lipatan tali rindu

berpadulah kata dalam gemuruh rindu
jika kau ingin mentari bersinar di hatimu
hatimu milik kasihmu

kakek nenek itu telah melewati beragam warna
ia kisahkan pada cucunya bahwa hidup mesti disyukuri
bersyukur hidup bersyukur menikmati hari
karena hari bukan kuasa kita

ia kunyah sirih senikmat cinta
wajahnya melegam terbalut beban
ia angkat kisahnya berbagi rasa
karena rasa menandai hidup

ia tunjuk-tunjuk mentari yang meninggi
“Di sana, akan kita nikmati hidup mewangi
mari kita rawat hati ini cucuku
jangan kau lukisi dengan jelaga
biarkan ia berdenyar mentari.”

kakek-nenek itu merenta
ia ambil tongkat bertatahkan kidung
iramanya melengkung berwarna bintang
lirik-liriknya melancipkan sunyi:

“Telah beribu kisah kutulis
dalam lantunan irama pagi
peluklah  aku cucuku
sedari napas ini berpacu.”

sepasang cucunya menyisiri
sambil menghitung putih rambutnya
“Nanti, aku juga akan memutih
seperti daun menjauhi tangkainya.”

“Sudahlah! Sudahlah cucuku
biarkan aku menyendiri
memintal sepi melukis hati
yang sudah lama kunanti.”

                          Semarapura,  Juli 2020


Jika Rindu Membuncah


jika rindu membuncah
dan cinta kita memecah
mungkinkah akan berpeluk lagi?

sejoli itu mematut cintanya di lapang samudera
ia pertemukan kata demi kata yang menukilkan mentari
“Telah lama kita bersua dalam bingkai kata
tak adakah yang lebih sejuk dari angin di panas diri?”

keduanya tersenyum karena cintanya beratapkan langit
“Di sana kita akan rengkuh harapan
di sana akan kita surat indahnya mentari.”
gemuruh rindu memecahkan kisahnya
tubuhnya terlarut dalam asinnya cinta

“Kita bangun taman anyelir
di sini di kebun harapan
nanti kita rangkaikan bunganya
seindah bola matamu.”

bertataplah ia menghitung biji matanya
lamat-lamat putih membalur hitam
“Tak ada yang lurus di jalan ini
kita tegakkan leher menatap langit
itu di sana rumah rindu kita
mari kita terbangkan angan dengan sayap mentari!”

kedua sejoli itu mengisahkan rindunya
pada mentari bahwa esok hari akan berbinar
tak seperti senja kemarin
karena kemarin hanyalah sejarah
dan esok adalah harapan.

                                Semarapura, Juli 2020

 


TAGS :

IBW Widiasa Keniten

Ida Bagus Wayan Widiasa Keniten lahir di Giriya Gelumpang, Karangasem. 20 Januari 1967. Lulus Cum Laude di Prodi Linguistik, S-2 Unud 2012. Tulisan-tulisannya tersebar di berbagai media massa berupa esai, karya sastra maupun kajian bahasa dan sastra baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Bali. Cerpen-cerpennya pernah memenangkan lomba tingkat Nasional maupun provinsi.

Komentar