Detak Jam Ramadhan Ayumudin
- By I Putu Suweka Oka Sugiharta
- 29 Mei 2020
“Maaf Pak Ketut, hari ini saya batal buka kios karena istri saya masih sakit. Bila Pak Ketut berkenan dibawa saja jam tangannya ke tukang arloji lain. Kasihan Pak Ketut menunggu saya yang belum pasti kapan buka. O iya, saya juga mohon maaf bila biaya pulsanya saya bebankan ke Pak Ketut karena saya belum sempat belikan,” Ayumudin sedang berbicara di telepon dengan salah seorang pelanggannya.
“Oh tidak apa-apa, Pak Ayum. Saya tidak buru-buru kok mau pakai jamnya. Hanya takut rusaknya tambah parah. Maunya saya main ke kampung. Cuma saya jadi ragu karena banyak Pecalang yang berjaga di batas-batas desa sejak Covid ini (1). Malas saja ditanya macam-macam. Selamat menunaikan ibadah puasa Pak Ayum dan keluarga. Semoga Bu Hayah cepat pulih. Titip salam sama keluara ya,” lawan bicara Ayumudin membalas.
“Nggih (2) terimakasih banyak Pak Ketut. Salamnya nanti saya sampaikan dan suksma (3) juga doanya. Selamat merahinan Purnama Jyestha (4) juga, kan ada upacara di Merajan Agung (5) ya”.
“Wah Pak Ayum masih ingat rupanya. Selamat Pak Ayum.”
Begitulah hampir setiap pagi Ayumudin mencoba menghubungi beberapa pelanggannya melalui layanan yang membebankan biaya panggilan kepada orang yang ditelepon. Semenjak sang istri divonis mengalami gagal ginjal, telepon genggamnya jarang terisi pulsa. Selain itu langkahnya untuk berangkat bekerja menjadi berat dan telah berkali-kali diputuskannya untuk batal membuka kios. Memang banyak pelanggan yang mengacuhkan panggilan teleponnya. Barangkali disangkanya Ayumudin sudah tidak bisa lagi menepati janji seperti dahulu. Ayumudin hanya bisa berdoa seraya bersabar, setidaknya ia telah berusaha menjaga tali silaturrahim. Meskipun demikian tidak semua pelanggannya menjauhinya di kala susah. Banyak juga yang memberinya dukungan bahkan menawarkan bantuan.
Tiga puluh tahun menjadi tukang arloji berpindah-pindah dari pasar ke pasar membuat Ayumudin memiliki banyak kenalan. Hampir semua pelanggannya mengira Ayumudin adalah orang Bali asli. Sebab raut wajah dan kefasihannya berbicara sor singgih (6) tiada berbeda dengan orang Bali kebanyakan. Barangkali penampilan dan cara bicaranya itu, didapatkan dari sang nenek yang merupakan seorang Gusti Ayu (7). Selain itu ia juga keturunan laskar Kerajaan Karangasem (8).
***
Ayummudin sebisa mungkin memperlihatkan raut muka penuh ketenangan seolah tidak merisaukan apa pun ketika Sahayah berada di sampingnya. Tubuh wanita yang telah memberinya dua orang putri itu semakin ringkih, kulit wajahnya tambah menghitam.
“Bapak mengapa tidak jadi lagi berangkat ke pasar? Ibu tidak apa kok di rumah sendiri. Kan ada Nur dan Awa yang temani Ibu di rumah,” tanya Sahayah lagi seperti hari-hari sebelumnya. Hanya saja kali ini dengan nada lebih tegas sambil menunjuk dua puterinya yang tengah sibuk mengerjakan tugas sekolah.
“Anu Bu, katanya hari ini pasar masih ditutup. Teman Bapak tadi telepon situasi belum aman betul. Orang-orang yang berbelanja dibatasi dan pakai waktu,” terang Ayumudin.
Memang sejak beberapa minggu ini Ayumudin terpaksa sering membohongi istrinya dengan alasan pasar tutup. Sejatinya pasar tutup bukan menjadi alasan utama Ayumudin berdiam di rumah. Bila badannya dirasa sehat ia akan merasa jenuh bila tidak bekerja meski sehari saja. Memang Ayumudin jarang tutup kios kecuali ada urusan yang sangat mendesak atau anak istrinya minta ditemani ke suatu tempat. Tidak seperti tukang arloji lain yang turut tutup saat hari libur, Ia malah menjaring pelanggan yang lebih banyak saat hari libur. Sebab orang-orang yang bekerja terikat waktu seperti pegawai kantoran hanya memiliki kesempatan untuk meperbaiki arloji saat hari libur.
Bahkan ketika tempatnya membuka kios di Pasar Seni Semarapura direnovasi, Ayumudin tidak malu menggelar lapak di atas trotoar atau di lapangan umum (9). Andai Covid-19 tidak demikian membahayakan bagi orang yang terkena penyakit berat seperti gagal ginjal (10). Tentu dirinya akan berjibaku mencari nafkah demi menyambung hidup dan menanggung biaya pengobatan istrinya. Walaupun biaya cuci darah Sahayah ditanggung program JKN-KIS BPJS Kesehatan namun Ayumudin tetap mesti menyiapkan uang lain (11). Paling tidak untuk bensin atau sekadar membeli makan ketika berada di rumah sakit.
Sahayah sejatinya tahu sang suami berbohong sebab beberapa kali menguping percakapan telepon suaminya, tetapi tidak berniat memperpanjangnya. Dipikirnya kebohongan suaminya tentu demi dirinya. Ayumudinpun tiada henti memohon ampunan Allah karena telah berdusta di Bulan Ramadhan. Namun tiada pilihan lagi baginya, ia benar-benar takut jika sang istri sampai terbawa pikiran.
“Bu, jangan terlalu dipaksakan puasanya. Bukankah orang yang sedang sakit diringankan puasanya?" Ayumudin sering mengingatkan istrinya.
“Tidak Pak, Ibu masih kuat kok. Yang paling Ibu takutkan umur Ibu tidak sampai hingga Ramadhan berikutnya. Ibu mengucap syukur tak terhingga kepada Allah karena masih diberikan umur setidaknya sampai Ramadhan tahun ini. Ramadhan adalah impian semua orang yang beriman kepada Allah. Dan sudah selayaknya ibu mendapat ujian di Bulan Ramadhan ini. Sebab sesuatu yang manis tentu didahului oleh perjuangan yang sulit. Ibu benar-benar takut umur Ibu sudah tidak ada untuk menebus puasa di lain waktu,” jawaban Sahayah selalu sama.
Mendengar perkataan penuh tawakkul istrinya hati Ayumudin semakin tak tenang. Berbagai gambaran buruk berbayang di kepalanya.
***
Pandangan kosong Ayumudin tetiba diganggu oleh kedatangan mobil ambulans putih berhias garis-garis berwarna merah yang berhenti di depan gerbang kampung. Dari dalamnya turun seorang petugas berpakaian tertutup mirip antariksawan yang mencoba berbicara dengan penjaga portal. Orang berbalut pakaian putih tertutup itu tampak memberi isyarat kepada penjaga portal agar tidak terlalu mendekat. Terakhir dilihatnya Ma’ruf yang mendapat giliran menjaga portal mengacung-acungkan jarinya. Ayumudin keburu teringat sesuatu. Ia dengan cepat mengunci gerbang dan menyuruh anak istrinya segera masuk ke ruang tamu.
Kemudian dikuncinya pintu ruang tamu dengan dua kali memutar anak kunci. Belum sempat anak istrinya bertanya Ayumudin telah lebih dahulu menjelaskan, “Mobil yang masuk gerbang kampung itu mobil penjemput. Orang yang ngobrol dengan Ma’ruf itu pakai baju hazmat, perlengkapan untuk menjemput orang yang tertular Covid. Mungkin saja salah seorang tetangga kita sudah tertular. Ibu dan anak-anak jangan ada yang keluar dulu.”
Tak berapa lama kemudian lamat-lamat terdengar deru mobil seperti berhenti di depan gerbang rumah Ayumudin. Setelahnya suara Ma’ruf mengucapkan salam, “Assalamualaikum Pak Ayum. Ada di rumahkah? Assalamualaikum.”
Ayumudin tidak berani menyahut, dadanya berdegup kencang. Tubuhnya yang telah basah keringat disandarkan pada pintu.
“Sialan Ma’ruf, situasi begini mengajak orang ke rumahku”, pikirnya dalam hati.
Selang berapa lama suara agak serak berkharisma menggema dari luar, “Yum buka pintu. Saya mau bicara.”
Ayumudin mengenali suara itu,
“Ya itu Gus Aji Mekel (12),” bisiknya dalam hati.
Kali ini ia tak mungkin mengelak, dipakainya masker sumbangan yang tergantung di gagang buffet dan Ayumudin perlahan membuka pintu ruang tamu.
Betapa kaget Ayumudin ketika mobil ambulans yang dilihatnya tadi telah terparkir di depan gerbang rumahnya. Di sampingnya berdiri empat orang berbaju hazmat ditemani Gus Aji Mekel dan Ma’ruf yang wajahnya tertutup masker. Dengan langkah ragu didekatinya orang-orang itu. Baru saja Ayumudin selesai membuka gembok gerbang Gus Aji mekel berkata, “Saya langsung saja Yum untuk mempercepat proses. Bapak-bapak ini tadi datang ke kantor desa, menjelaskan jika dokter yang menangani istrimu saat cuci darah positif Covid-19 (13). Sekarang istrimu harus dijemput untuk diisolasi (14). Sementara kau dan anak-anakmu karantina mandiri di rumah dahulu serta persiapkan diri kalau-kalau nanti juga dipanggil. Kebutuhanmu dan anak-anakmu akan kami bawakan setiap hari.”
Bibir Ayumudin begetar, belum sempat ia menjawab Gus Aji Mekel lagi-lagi mendahului, “Aku tahu ini berat bagimu, Yum. Tapi demi keselamatan orang banyak dan juga istrimu, ini harus segera dilakukan. Siapa tahu di sana istrimu bisa mendapat penanganan lebih baik.”
Kali ini sekujur tubuh Ayumudin benar-benar lemas, ia tidak tahu harus berbuat apa.
Ketika menoleh ke dalam rumah dilihatnya Sahayah telah bersiap menenteng kresek belanja bekas. Dari bagian atas kresek tersembul lipatan mukena putih yang dibeli Ayumudin beberapa tahun lalu untuk hadiah ulang tahun perkawinan mereka. Rupanya Sahayah telah mendengar semuanya. Melihat senyum pasrah Sahayah dan jerit tangis kedua anaknya yang ingin ikut sang ibu, hatinya tambah remuk.
Sahayah untuk terakhir kalinya mencoba berkata tegar, “Ibu ikhlas, Pak, jika ini sudah kehendak Allah. Seburuk-buruknya yang akan terjadi. Aku masih ingin kita bertemu di Ar-Royyan. Baguskan ibadahmu Pak.”
Ingin dipeluknya Sahayah yang tersenyum simpul untuk terakhir kalinya, tetapi petugas berbaju hazmat keburu membawanya masuk ambulans. Tatapan mata Sahayah menghilang terhalang badan kekar petugas berbaju hazmat. Ayumudin seperti tuli. Tidak didengarnya deru ambulans yang perlahan menjauh. Begitu juga suara orang-orang yang memberinya penghiburan. Hanya dilihatnya satu persatu meninggalkannya dalam kesunyian.
***
Entah berapa kali arloji telah berdetak semenjak kaki Ayumudin mulai tertekuk, bersimpuh di atas kerikil tajam. Satu-satunya suara yang mampu didengarnya hanyalah detak mirip suara jarum jam seperti semenjak pertama kali dikenalnya. Detak yang demikian menarik hatinya untuk mengotaka-atik arloji, detak yang muncul dari jam-jam rusak yang diperbaikinya. Kali ini tiada satupun jarum jam yang bergerak di sampingnya, tetapi suaranya semakin jelas.
Terbayang suasana Lebaran dikungkung mendung, dihadapinya gundukan kuburan yang masih basah. Tak ada keceriaan, tak ada hidangan makanan berbagai jenis. Detak itu makin jelas.
“Ya Allah apakah hanya detak ini yang tidak fana? Teman hambaMu menuju Ar-Royyan?” bisik Ayumudin yang telah bersujud di bawah mendung yang mulai menurunkan gerimis. Setelahnya tak ada lagi mampu dilihatnya, selain suara-suara yang seperti dikenalnya.
“Pak Ayum pasti sudah tertular juga, tadi bu Hayah sudah dijemput.”
“Lebih baik kita jangan terlalu dekat. Hubungi orang Puskesmas saja.”
Ayumudin semakin malas membuka mata dan kian larut dalam suara detak yang lambat namun konstan itu.
Mei 2020
Catatan
1) Pecalang adalah petugas keamanan adat yang dilibatkan dalam penanggulangan penyebaran Covid-19 di Bali. Link:https://www.kitaindonesia.com/gung-de-pecalang-perlu-mendapat-perhatian-serius-pemerintah/?fbclid=IwAR1xEMUQB33cwSQ9e5spDvfL0BpSqHUySROx0UNzlE0rRVaBTUbbHeNZZdA
2) Nggih dalam Bahasa Bali berarti iya
3) Suksma dalam Bahasa Bali berarti terimakasih
4) Rahinan Purnama Jyestha adalah nama upacara suci yang diperingati setiap bulan kesebelas dalam Kalender Bali.
5) Merajan Agung adalah nama tempat suci keluarga di Bali.
6) Sor Singgih merupakan aturan untuk berbicara dengan cara penuh hormat.
7) Gusti Ayu adalah nama perempuan untuk golongan bangsawan di Bali.
8) Raja Karangasem memiliki orang-orang kepercayaan yang beragama Islam. Hingga kini keturunan-keturunannya masing mendiami kampung-kampung Muslim yang tersebar pada beberapa tempat dan hidup harmonis dengan orang Bali yang beragama Hindu. Link :https://gungdekarangasem.blogspot.com/2013/01/sejarah-muslim-karangasem.html?m=1&fbclid=IwAR0I7d6ERV5NUlJYa0uiPfzKmnxx_8ypTjhU2psxO23Hl3cASniPrMl4oXE
9) Pasar Seni Semarapura pernah direvitalisasi pada tahun 2018 sehingga pedagang dipindahkan ke Tempat Pedagang Sementara (TPS). Link : https://www.balipuspanews.com/sosialisasi-revitalisasi-blok-pasar-seni-semarapura.html?fbclid=IwAR3NaYqbamfvlVnMs1_Exphegx7VkLFRs21jzQaZhZTCkA7y5rzdhA4IfUQ
10) Daya tahan tubuh yang lemah menyebabkan pasien gagal ginjal terancam meninggal dunia bila terpapar Covid-19. Kisah para penyintas gagal ginjal di era penularan Covid-19 menjadi inspirasi utama cerpen esai ini. Link : https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52219940
11) Program JKN-KIS BPJS Kesehatan menggratiskan biaya cuci darah bagi pasien yang mengalami gagal ginjal. Link : https://www.balipuspanews.com/kerni-cuci-darah-gratis-berbekal-kartu-jkn-kis.html
12) Gus Aji Mekel adalah panggilan untuk Kepala Desa yang berasal dari keturunan pendeta Hindu (Brahmana)
13) Beberapa dokter di Bali dinyatakan positif Covid-19. Diberitakan di beberapa sumber : https://www.nusabali.com/berita/72705/satu-orang-positif-covid-19-di-sanur-seorang-dokter?fbclid=IwAR0bqEH-UvlNzTm5ZfFYcMu8siJoI6nRoYlRv8i6_aYXnRr7SM9YaxMBwqE
Keharusan untuk diisolasi di rumah singgah diberlakukan untuk orang-orang yang sempat kontak dengan pasien positif Covid-19. Link : https://www.merdeka.com/peristiwa/kontak-dengan-pasien-positif-covid-19-4-otg-dijemput-diisolasi-di-rumah-singgah.html
Komentar