Puisi-puisi Heri Listianto
- By Heri Listianto
- 05 Februari 2020
Desir Panjang
Beku kubuang dengan desir panjang
Bayang-bayang di sepanjang jalan Lamongan
Apalagi mimpi?
Kita utarakan klausa ringkih untuk kota-kota
Sekecil apapun hina adalah duri yang menggelisah
Kata-kata gelap adalah kelindan akar retak
Dengan bau basin
Tapi semua adalah jalan
yang bukan lelap dalam silam
Mana rindu?
Yang canda
Yang sejuk
Yang dekat dalam kalbu.
Perlis 30 Maret 2013
Selambu Pagi
Embun menuang sapa
di pagi sumbing.
Kemarin hanya jalajala dan lukisan
keramik stasiun
Em…
rawa kota di depan kelopakku
Asoi…
Batang koin di tempat parkir
bersapa dengan peluit,
trotoar, motor, tukang parkir
Setelah sarapan asap,
rumput menumpu gugur bunga
Indah….
Sejuk dengan kailan becak
Surabaya, 2014
Derai Angin
Derai angin terlihat bingung
Sebingung kakimu,
Sebingung ingatan-ingatanku
;Wul.
Garis gerimis di bawah matamu
Menggenangi pipi.
Adakah simpul senyum?
Semanis dan sepekat madu.
Kian kupendam wajahmu kian tenggelam
Seperti malam berkata pada aliran air.
Wul,
Ada tulisan di bait-bait debu
Merunduk bisu sembari menunggu waktu.
Padahal angin teramat siap
membawanya berburu.
Di ujung pupus daun
Hatimu kaku.
Suasana langit biru
Menyuguh dahaga
Derai angin berlalu.
Novenber 2014
Kutanyakan Bulan
Pada mendung kutanyakan bulan
Sebab tak’ ada kepastian
Adakah lampu di seberang laut?
untuk bertambat sebelum cahaya
sepi, ramai, tapi bisu
biji-biji sudah kutabur pada lahan yang kupilih
entah, mengapa tak ada kuncup?
Bahkan hanya kering kepanasan
Adakah suntuk yang menyegarkan
Di bawah puncak terik disertai hujan?
Pada mendung kutanyakan bulan.
6 Mei 2012
Cinta Bercerita Pada Ufuk
Lalu cinta bercerita pada ufuk
Tentang langit yang sepi karena rindu
Demikian topan-topan kecil
Berjalan mencari muara
Cinta itu mengatakan padaku
Mengenai malam yang bisu.
Surabaya, 8 Juni 2012
Komentar