Matematika untuk Kehidupan: Menanamkan Pikiran Kritis dalam Kurikulum Merdeka
By Ni Made Dewi Ermawati
- 16 Desember 2024

ABSTRAK
Matematika memiliki potensi besar untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir analitis, reflektif, dan kreatif. Pembelajaran matematika dapat menjadi sarana untuk menanamkan pemikiran kritis yang relevan dengan kebutuhan kehidupan nyata dengan mengintegrasikan pendekatan filsafat pendidikan dalam kerangka Kurikulum Merdeka. Dengan mengacu pada pemikiran Paulo Freire tentang pendidikan pembebasan dan konstruktivisme sosial Paul Ernest, artikel ini membahas bagaimana matematika dapat digunakan untuk membangun kesadaran kritis terhadap isu-isu sosial, lingkungan, dan ekonomi yang dihadapi siswa.
Kurikulum Merdeka yang menekankan pembelajaran berbasis proyek, fleksibilitas, dan pengembangan karakter memberikan landasan kuat untuk menjadikan matematika sebagai alat pemecahan masalah yang kontekstual dan bermakna. Pentingnya pembelajaran matematika tidak hanya berfokus pada keterampilan teknis tetapi juga mendorong siswa untuk memahami hubungan antara konsep matematika dan tantangan nyata di masyarakat. Proses pembelajaran ini melibatkan eksplorasi masalah kompleks, dialog kritis, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab sehingga siswa dapat menjadi agen perubahan yang mampu berkontribusi pada perbaikan lingkungan mereka.
Melalui analisis teori dan praktik, artikel ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang dirancang dengan prinsip-prinsip filsafat kritis dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir logis, memahami pola dalam fenomena sosial, mengidentifikasi solusi yang berkeadilan, mendorong pengembangan nilai-nilai inklusifitas, empati, dan tanggung jawab sosial. Artikel ini menyimpulkan bahwa matematika untuk kehidupan adalah konsep yang relevan dan esensial dalam era Kurikulum Merdeka dan memberikan rekomendasi implementasi melalui pembelajaran berbasis konteks, kolaborasi antar mata pelajaran, serta pengintegrasian proyek yang bermakna dalam kehidupan siswa.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan matematika merupakan salah satu bidang yang sangat penting dalam membentuk dasar kemampuan berpikir kritis dan analitis siswa. Dalam konteks pendidikan, matematika sering dipandang sebagai disiplin yang terpisah dari kehidupan nyata dan lebih berfokus pada pembelajaran teori dan keterampilan teknis. Padahal di dunia yang semakin kompleks ini, matematika seharusnya tidak hanya diajarkan sebagai rangkaian rumus dan prosedur, tetapi juga sebagai alat untuk memecahkan masalah dunia nyata dan membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
Pada Kurikulum Merdeka terdapat kesempatan besar untuk merombak cara pembelajaran matematika yang dilakukan. Kurikulum Merdeka menekankan pada pembelajaran yang bersifat lebih fleksibel, kontekstual, dan berbasis proyek yang memberikan ruang bagi siswa untuk belajar dari dan tentang dunia di sekitar mereka. Salah satu tujuan utama Kurikulum Merdeka adalah untuk memberikan pendidikan yang lebih relevan dan bermakna bagi siswa yang dapat membekali mereka dengan keterampilan yang berguna dalam kehidupan nyata. Hal ini tentu sejalan dengan harapan bahwa pendidikan matematika tidak hanya berhenti pada pemahaman teori, tetapi juga dapat diterapkan untuk mengatasi berbagai masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan yang ada. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pendekatan yang tidak hanya mengedepankan aspek teknis dari matematika, tetapi juga aspek filosofis yang mendalam. Dalam hal ini, filsafat pendidikan memainkan peranan penting.
Filsafat kritis yang digagas oleh tokoh-tokoh seperti Paulo Freire dan Paul Ernest memberikan dasar yang kuat untuk memahami bagaimana matematika dapat digunakan untuk membebaskan dan memberdayakan siswa. Freire menekankan pentingnya pendidikan yang bersifat pembebasan yang memungkinkan siswa untuk berpikir kritis, mengkritisi keadaan sosial yang ada, dan berkontribusi dalam perubahan sosial yang lebih adil. Matematika bukan hanya alat untuk menghitung tetapi juga untuk memahami dunia dan berperan dalam perubahan sosial yang lebih besar. Paul Ernest dengan pandangan konstruktivisme sosial, menekankan bagaimana matematika harus diajarkan dalam konteks sosial dan budaya siswa. Matematika bukan sekadar serangkaian fakta yang diajarkan secara abstrak tetapi sebagai suatu bahasa yang berkembang dalam konteks sosial yang melibatkan interaksi antara siswa, guru, dan masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan pendidikan matematika yang berorientasi pada pemikiran kritis dan relevansi sosial dapat membawa pembelajaran matematika lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa sekaligus mengajarkan mereka untuk berpikir kritis terhadap masalah-masalah yang ada di sekitar mereka.
Dalam kurikulum yang lebih tradisional, matematika dianggap sebagai pelajaran yang membosankan dan tidak relevan. Banyak siswa merasa kesulitan untuk menghubungkan apa yang mereka pelajari di kelas dengan kehidupan nyata mereka. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari, konsep-konsep matematika seperti proporsi, statistik, dan pemecahan masalah sangat penting, baik untuk keperluan pribadi maupun profesional. Pembelajaran matematika yang membekali siswa dengan keterampilan untuk berpikir secara kritis dapat menjadi jembatan yang menghubungkan dunia akademik dengan dunia nyata, serta meningkatkan kualitas pendidikan yang mereka terima. Melihat tantangan ini, artikel ini berusaha untuk mengeksplorasi bagaimana matematika dapat digunakan sebagai alat untuk menanamkan pemikiran kritis pada siswa melalui pendekatan filsafat kritis yang sejalan dengan prinsip-prinsip pada Kurikulum Merdeka. Dengan demikian, pendidikan matematika tidak hanya sekadar melibatkan penguasaan konsep, tetapi juga membentuk karakter dan keterampilan berpikir yang relevan dengan kehidupan siswa, serta mendorong mereka untuk menjadi individu yang mampu mengkritisi dan memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi di masyarakat.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah dalam artikel ini adalah sebagai berikut.
a. Bagaimana peran matematika dalam membentuk pemikiran kritis siswa yang relevan dengan kehidupan nyata di era Kurikulum Merdeka?
b. Bagaimana prinsip-prinsip filsafat kritis dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika di Kurikulum Merdeka untuk menciptakan pendidikan yang membebaskan dan memberdayakan siswa?
c. Apa tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan pembelajaran matematika yang berbasis pemikiran kritis dalam konteks Kurikulum Merdeka, dan bagaimana strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasinya?
3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, tujuan penelitian dalam artikel ini adalah sebagai berikut.
a. Untuk menganalisis peran matematika dalam membentuk pemikiran kritis siswa yang relevan dengan kehidupan nyata di era Kurikulum Merdeka.
b. Untuk mengeksplorasi penerapan prinsip-prinsip filsafat kritis dalam pembelajaran matematika di Kurikulum Merdeka untuk menciptakan pendidikan yang membebaskan dan memberdayakan siswa.
c. Untuk mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan pembelajaran matematika berbasis pemikiran kritis dalam konteks Kurikulum Merdeka, serta memberikan rekomendasi strategi untuk mengatasinya.
LANDASAN TEORI
1. Matematika dan Pemikiran Kritis
Matematika sering dianggap sebagai disiplin ilmu yang mengutamakan prosedur dan solusi yang pasti. Banyak teori pendidikan yang mengajukan bahwa pembelajaran matematika harus lebih dari sekadar pembelajaran rumus dan teknik. Matematika dalam pengertian yang lebih luas harus dilihat sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, yakni kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan memecahkan masalah dalam kehidupan nyata.
Menurut Ernest dalam bukunya The Philosophy of Mathematics Education (1991), matematika bukan hanya sekadar kumpulan fakta dan algoritma yang harus dihafal tetapi sebuah bahasa yang berkembang dalam konteks sosial dan budaya. Ia mengemukakan bahwa pemahaman matematika harus melibatkan pengetahuan yang bersifat konstruktivis dimana siswa aktif membangun pengetahuan mereka melalui interaksi dengan lingkungan sosial dan budaya mereka.
Skemp (1976) dalam teori Instrumental Understanding dan Relational Understanding juga menekankan pentingnya hubungan antara konsep-konsep matematika dengan kehidupan nyata. Ia menjelaskan bahwa matematika yang hanya dipelajari secara teknis tanpa pemahaman kontekstual tidak akan memberikan dampak yang mendalam terhadap pemikiran kritis siswa, sebaliknya pemahaman yang mendalam terhadap konsep matematika yang relevan dengan kehidupan sehari-hari akan mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
2. Filsafat Pendidikan Kritis dalam Pembelajaran Matematika
Pendidikan kritis menurut Freire dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed (1970) bertujuan untuk membebaskan siswa dari struktur-struktur kekuasaan yang menindas dengan memungkinkan mereka untuk berpikir kritis terhadap keadaan sosial mereka. Ia berpendapat bahwa pendidikan harus bersifat dialogis dan partisipatif dimana guru dan siswa terlibat dalam proses pembelajaran yang saling berbagi pemikiran dan pengalaman.
Freire juga menyatakan bahwa pendidikan kritis tidak hanya fokus pada penguasaan pengetahuan tetapi juga pada pengembangan kesadaran kritis siswa terhadap struktur sosial yang ada. Dalam konteks matematika ini berarti bahwa siswa tidak hanya belajar rumus dan teknik tetapi juga diajak untuk memahami bagaimana konsep-konsep matematika dapat digunakan untuk mengkritisi dan memecahkan masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan yang mereka hadapi. Giroux (2001) mengembangkan gagasan pendidikan kritis dengan menekankan bahwa pendidikan harus memungkinkan siswa untuk menjadi agen perubahan sosial. Ia mengemukakan bahwa pendidikan matematika yang mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan kritis dapat membantu siswa untuk melihat matematika sebagai alat yang memberdayakan mereka untuk mengubah kondisi sosial yang ada.
3. Kurikulum Merdeka dan Pembelajaran Matematika
Kurikulum Merdeka yang diluncurkan oleh pemerintah Indonesia menekankan pada pembelajaran yang lebih fleksibel, berbasis proyek, dan kontekstual. Kurikulum ini memberikan ruang bagi guru untuk berinovasi dalam mengajarkan materi sesuai dengan kebutuhan dan konteks siswa. Dalam Kurikulum Merdeka, siswa diharapkan untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran, tidak hanya sebagai penerima informasi tetapi juga sebagai peserta yang berperan dalam membangun pengetahuan mereka sendiri.
Kurikulum Merdeka mendorong pembelajaran yang relevan dengan kehidupan siswa sehingga siswa dapat melihat hubungan antara konsep matematika yang mereka pelajari dan fenomena yang terjadi di dunia nyata. Hal ini sejalan dengan pandangan Vygotsky (1978) tentang pembelajaran sosial dan konstruktivisme yang menekankan pentingnya konteks sosial dalam pengembangan pengetahuan. Ia mengemukakan bahwa pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial dan konsep-konsep yang diajarkan harus relevan dengan pengalaman siswa.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam panduan pelaksanaan Kurikulum Merdeka menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis proyek dapat menjadi salah satu metode efektif untuk membuat matematika lebih bermakna dan terhubung dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran matematika dalam Kurikulum Merdeka dapat difokuskan pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, problem solving, dan kolaborasi antar siswa untuk menyelesaikan masalah yang relevan dengan konteks sosial mereka.
4. Relevansi Matematika dengan Kehidupan Sehari-Hari
Dewey (1938) seorang tokoh utama dalam pendidikan progresif berpendapat bahwa pembelajaran harus relevan dengan kehidupan siswa dan berfokus pada pengalaman langsung. Dalam hal ini matematika yang diajarkan di kelas harus memiliki keterkaitan dengan dunia nyata sehingga siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan mereka untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi di masyarakat. Sebagai contoh, pembelajaran statistik dapat digunakan untuk menganalisis data terkait isu sosial, seperti kemiskinan, perubahan iklim, atau ketidaksetaraan gender. Dengan demikian siswa tidak hanya belajar rumus matematika, tetapi juga dilatih untuk berpikir kritis terhadap data dan informasi yang mereka hadapi.
5. Pembelajaran Berbasis Proyek dan Kontekstual dalam Matematika
Pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning/PjBL) adalah salah satu pendekatan yang sesuai untuk mengimplementasikan pembelajaran matematika yang kontekstual dan berbasis pemikiran kritis. Lippman (2004) dalam Project Based Learning menekankan pentingnya pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proyek yang bersifat nyata dan relevan. Siswa dapat mengerjakan proyek-proyek yang berkaitan dengan matematika seperti perancangan anggaran rumah tangga, analisis statistik, atau penerapan konsep geometri dalam desain arsitektur.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah studi literatur atau library research dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara filsafat pendidikan kritis, pembelajaran matematika, dan Kurikulum Merdeka dengan fokus pada bagaimana matematika dapat digunakan sebagai alat untuk menanamkan pemikiran kritis yang relevan dengan kehidupan siswa.
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan kualitatif deskriptif digunakan untuk menganalisis data yang bersifat non-numerik, berupa teori, konsep, dan ide yang terkait dengan topik penelitian. Pendekatan ini memungkinkan eksplorasi mendalam terhadap hubungan antara pembelajaran matematika, filsafat pendidikan kritis, dan implementasi Kurikulum Merdeka
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi literatur (library research). Studi literatur digunakan untuk mengkaji berbagai sumber pustaka yang relevan, seperti buku, artikel jurnal, dokumen kebijakan, dan laporan penelitian. Fokusnya adalah pada analisis isi literatur untuk mendapatkan pemahaman konseptual yang kuat dan komprehensif.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari:
a. Data Primer
· Karya-karya utama yang berhubungan dengan filsafat pendidikan kritis dan konstruktivisme sosial, seperti Pedagogy of the Oppressed karya Paulo Freire dan The Philosophy of Mathematics Education karya Paul Ernest.
· Dokumen resmi Kurikulum Merdeka yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia.
b. Data Sekunder
· Artikel jurnal yang membahas pendidikan kritis, pembelajaran matematika, dan relevansi matematika dalam kehidupan nyata.
· Buku dan laporan penelitian tentang penerapan pembelajaran berbasis proyek (PBL) dan pendekatan kontekstual.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Matematika sebagai Alat untuk Pemikiran Kritis
Penelitian ini menegaskan bahwa matematika memiliki potensi besar sebagai alat untuk mengembangkan pemikiran kritis siswa. Ketika konsep-konsep matematika dikontekstualisasikan dalam masalah kehidupan nyata, siswa mampu melihat relevansi dan aplikasinya di dunia mereka. Sebagai contoh, pembelajaran tentang persamaan linear dapat diintegrasikan dengan studi kasus pengelolaan keuangan sederhana atau perencanaan anggaran keluarga. Hal ini sesuai dengan pandangan Ernest (1991) yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang berbasis konstruktivisme sosial memungkinkan siswa membangun makna dari pengalaman mereka sendiri, sehingga matematika tidak hanya dipelajari sebagai disiplin ilmu abstrak, tetapi juga sebagai bahasa yang membantu mereka memahami dunia.
2. Relevansi Kurikulum Merdeka dalam Pembelajaran Matematika
Kurikulum Merdeka memberikan ruang untuk menerapkan pendekatan pembelajaran yang fleksibel, kontekstual, dan mendukung siswa untuk menjadi pembelajar mandiri. Pendekatan berbasis proyek (project based learning) yang diusung dalam Kurikulum Merdeka sangat relevan dengan filsafat pendidikan kritis. Misalnya, proyek analisis data lingkungan seperti penghitungan jejak karbon, dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa tentang bagaimana matematika berkontribusi dalam isu global seperti perubahan iklim. Freire (1970) dalam Pedagogy of the Oppressed menekankan bahwa pendidikan harus membebaskan siswa dari "kebisuan budaya" dengan memberikan mereka alat untuk memahami dan mengubah kondisi sosial mereka menjadi sebuah prinsip yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan ini.
3. Integrasi Filsafat Pendidikan Kritis dalam Matematika
Filsafat pendidikan kritis terutama gagasan Freire menjadi landasan penting dalam mengubah pembelajaran matematika menjadi lebih dialogis dan relevan dengan realitas sosial siswa. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan melainkan fasilitator yang mendukung siswa untuk menghubungkan konsep-konsep matematika dengan tantangan kehidupan nyata. Sebagai contoh, analisis statistik tentang ketimpangan ekonomi dapat digunakan untuk memperkuat pemahaman siswa tentang peran matematika dalam menciptakan keadilan sosial. Penekanan ini sejalan dengan pandangan Ernest (1991) bahwa pendidikan matematika seharusnya mempromosikan pemikiran kritis dan bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil.
4. Tantangan Implementasi di Lapangan
Meskipun potensi pembelajaran matematika dalam menanamkan pemikiran kritis sangat besar, penelitian ini menemukan beberapa kendala yang dihadapi guru dalam penerapannya. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya pelatihan guru yang spesifik tentang pendekatan pembelajaran berbasis filsafat pendidikan kritis. Banyak guru masih terjebak dalam metode pembelajaran tradisional yang berorientasi pada penghafalan rumus dan prosedur yang membuat siswa sulit memahami relevansi matematika dalam kehidupan mereka. Hal ini diperkuat oleh temuan Zed (2004) yang menyatakan bahwa kurangnya akses terhadap literatur yang relevan dan pembelajaran berbasis proyek menjadi kendala dalam mengimplementasikan metode pembelajaran yang inovatif.
5. Dampak Positif pada Siswa
Meskipun menghadapi kendala, penelitian ini menunjukkan bahwa ketika matematika diajarkan dengan pendekatan kritis dan kontekstual, dampaknya terhadap siswa sangat signifikan. Siswa tidak hanya meningkatkan kemampuan kognitif mereka dalam memahami konsep matematika, tetapi juga mengembangkan keterampilan seperti berpikir kritis, pemecahan masalah, dan kolaborasi. Sebagai contoh, melalui pembelajaran berbasis proyek seperti merancang rencana anggaran untuk kegiatan kelas, siswa belajar menerapkan konsep matematika dalam situasi nyata sambil mengasah kemampuan berpikir kritis. Ini sejalan dengan penelitian Bowen (2009) yang menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual memperkuat koneksi antara teori dan praktik dalam proses belajar siswa.
KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika memiliki potensi besar untuk menjadi alat yang efektif dalam menanamkan pemikiran kritis kepada siswa terutama dalam konteks Kurikulum Merdeka. Melalui integrasi filsafat pendidikan kritis dan pendekatan pembelajaran kontekstual, matematika dapat bertransformasi dari sekadar kumpulan konsep abstrak menjadi bahasa perubahan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Kurikulum Merdeka dengan fleksibilitasnya, mendukung implementasi pembelajaran berbasis proyek yang mendorong keterlibatan siswa secara aktif, refleksi kritis, dan pemecahan masalah yang bermakna.
Penelitian ini juga menemukan bahwa keberhasilan pendekatan ini memerlukan dukungan yang memadai, baik dari segi pelatihan guru, ketersediaan bahan ajar yang relevan, maupun perubahan paradigma dalam pembelajaran matematika. Tantangan seperti metode pengajaran tradisional, keterbatasan sumber daya, dan kurangnya pelatihan pedagogi kritis bagi guru perlu menjadi perhatian untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas implementasi pendekatan ini di lapangan. Pembelajaran matematika yang relevan dan kontekstual dapat memainkan peran penting dalam membentuk siswa sebagai individu yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga mampu berpikir kritis dan berkontribusi pada perubahan sosial yang positif.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, berikut beberapa saran untuk meningkatkan efektivitas implementasi pembelajaran matematika berbasis filsafat kritis dalam Kurikulum Merdeka
1. Peningkatan Pelatihan Guru
o Pemerintah dan institusi pendidikan perlu menyediakan pelatihan bagi guru untuk memahami dan menerapkan pendekatan berbasis proyek dan filsafat pendidikan kritis dalam pembelajaran matematika.
o Pelatihan ini sebaiknya mencakup strategi perancangan pembelajaran, penggunaan bahan ajar kontekstual, dan cara membimbing siswa dalam refleksi kritis.
2. Pengembangan Bahan Ajar yang Kontekstual
o Disarankan untuk mengembangkan modul pembelajaran yang mengintegrasikan konsep-konsep matematika dengan isu-isu kehidupan nyata seperti ketimpangan sosial, perubahan iklim, dan ekonomi.
o Modul ini harus dirancang secara kolaboratif dengan melibatkan guru, akademisi, dan praktisi pendidikan untuk memastikan relevansi dan kepraktisannya.
3. Mendorong Kolaborasi antara Guru dan Siswa
o Guru perlu mengadopsi pendekatan yang dialogis dan partisipatif dalam pembelajaran, sehingga siswa merasa terlibat secara aktif dalam proses belajar.
o Proyek-proyek berbasis kelompok yang melibatkan siswa dalam pemecahan masalah nyata dapat menjadi strategi yang efektif untuk meningkatkan kolaborasi dan keterampilan sosial siswa.
4. Penyediaan Dukungan Infrastruktur
o Pemerintah dan sekolah perlu memastikan akses terhadap teknologi, alat peraga, dan sumber belajar yang memadai untuk mendukung pembelajaran berbasis proyek.
o Peningkatan fasilitas, seperti laboratorium komputer dan akses ke data statistik terkini, akan mempermudah implementasi pembelajaran matematika yang kontekstual.
5. Penelitian Lebih Lanjut
o Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengevaluasi efektivitas pendekatan ini di berbagai konteks, terutama di daerah yang memiliki keterbatasan sumber daya.
o Studi lebih dalam juga perlu dilakukan untuk mengukur dampak jangka panjang dari pembelajaran matematika berbasis pemikiran kritis terhadap kemampuan siswa dalam kehidupan nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Bowen, G. A. (2009). Document Analysis as a Qualitative Research Method. Qualitative Research Journal, 9(2), 27-40.
Ernest, Paul. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. London: The Falmer Press.
Freire, Paulo. (1970). Pedagogy of the Oppressed. New York: Herder and Herder.
Piaget, John. (1973). To Understand is to Invent: The Future of Education. New York: Grossman Publishers.
Vygotsky, Lev. S. (1978). Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Permendikbud Nomor 22 Tahun 2022 tentang Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
Zed, M. (2004). Metode Penelitian Kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia.
Komentar