Adakah Namaku Terselip dalam Doamu?

  • By Ni Putu Rastiti
  • 31 Agustus 2023
Pustaka Ekspresi

Tujuan sastra yang paling mendasar adalah memurnikan diri. Upaya tiada henti untuk menuju menjadi pribadi yang lebih baik. Sebagai ranah seni yang berarti halus, dan sastra yang berarti ajaran, tentu dua hal ini menjadi tanjakan bagaimana penempaan diri terus menerus dilakukan. Melalui perenungan, empati, sampai pada puisi dituliskan, kemudian dibaca, dan kalau beruntung dapat menggetarkan. Hal inilah yang dapat kita rasakan dari puisi-puisi Putu Rastiti dalam buku ini. Ia tidak hanya memikirkan rangka bangun, namun juga batin puisi. Kerap kita temui ia dalam nada keputusasaan, dilema kehilangan, kepasrahan juga kerinduan masa lalu, namun selain itu tersirat pula getar cinta yang romantik, bara, jiwa yang memberontak, kritik sosial dalam labirin pertanyaan yang saling silang dalam hidup dan kehidupan manusia.
        Baginya puisi tidak hanya sederetan kata yang disusun untuk berindah-indah, melainkan memiliki pesan tersirat yang dapat dipetik dan jika keajaiban itu datang, mampu menginspirasi, bahkan mampu menggetarkan. Ini memerlukan proses panjang berliku yang membutuhkan keiklhasan, kerja keras dalam mengasah batin dan yang terpenting kemauan untuk membuka diri dan hati dalam meresapi kehidupan, mendengar alam raya, merasakan denyutnya.    

 

Proses penting dalam penulisan puisi yakni pengendapan. Puisi yang baru selesai ditulis hendaknya diberi jarak cukup untuk kemudian dibaca ulang, sebelum masuk proses penyuntingan. Pilah kata, timbang makna, menjadi bagian terpenting dalam proses penulisan puisi yang mumpuni. Ya, puisi hendaklah 'menyala' menjadi satu penanda agar dalam situasi apa pun, kita tetap berjuang untuk tetap menyala menjaga daya kreasi, daya juang dan daya hidup.

Puisi-puisi yang teruji tidak hanya lahir dari pergulatan batin, namun juga pertarungan di ambang batas kesadaran manusia. Antara siapa aku, untuk apa aku dan mengapa. Menyakini bahwa jalan sastra dalam hal ini puisi, yang apabila dijalankan dengan kesungguhan, akan kerap melahirkan kemurnian dan kesejatian. Di jalan yang dingin dan sunyi, puisi akan selalu ditulis. Karena pada akhirnya puisilah yang akan menuntun kita kembali pulang, menyelamatkan kita yang tergagap dalam perang demi perang.


TAGS :

Ni Putu Rastiti

Lahir di Denpasar, 28 November. Bekerja sebagai perawat di RSUD Bali Mandara. Diundang mengikuti Temu Sastra Mitra Praja Utama (MPU) di Lampung, tahun 2010. Temu Sastrawan Indonesia TSI Babel Tanjung Pinang tahun 2010, Pertemuan Penyair Nusantara di Jambi tahun 2012, dan Emerging Writers UWRF tahun 2016. Peraih Singa Ambara Raja Award 2007.  

Komentar