Melodia Rasa

  • By Wayan Jengki Sunarta
  • 30 Juli 2023
Pustaka Ekspresi

Puisi dan lukisan sejatinya saudara kandung kesenian. Puisi disusun dari perangkat bahasa, lukisan dari perangkat visual. Puisi bisa tercipta dari melihat lukisan. Begitu pun sebaliknya, lukisan bisa tercipta dari membaca atau menghayati puisi. Baik puisi maupun lukisan bisa berbicara tentang berbagai hal. Mulai dari persoalan cinta, kehidupan sehari-hari, pengalaman batin, pengalaman sosial, kemanusiaan, lingkungan, spiritualitas, hingga peristiwa-peristiwa unik. Penyair Chairil Anwar pernah menulis esai pendek berjudul “Membuat Sajak, Melihat Lukisan”. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses penciptaan betapa dekat hubungan sajak (puisi) dengan lukisan. Semuanya bertumpu pada kekuatan pikiran dan perasaan dalam mewujudkan suatu karya. Penyair bekerja dengan perangkat bahasa untuk menciptakan puisi. Pelukis dengan perangkat visual untuk membuat lukisan. Selama ini Ni Nyoman Sani dikenal sebagai pelukis. Dia biasa bermain garis dan warna, baik di bidang kertas maupun kanvas. Lukisan-lukisannya cenderung berbicara tentang kelembutan sosok perempuan dengan berbagai impian dan imajinasinya. Sosoksosok perempuan itu tampil dengan berbagai gaya yang berhubungan dengan fashion. Warna-warni yang digoreskannya cenderung lembut sebagaimana kedalaman perasaan seorang perempuan. Sani termasuk seniman multitalenta. Selain dikenal sebagai pelukis, dia juga memiliki ketertarikan pada fotografi, desain pakaian, fashion show, menulis lirik lagu, dan menuangkan perasaan dan pikirannya lewat puisi maupun prosa. Sani merasa bahwa semua bakatnya itu mesti diberi ruang untuk berkembang. Entah nanti tumbuh subur dan membuahkan hasil, atau malah layu sebelum berkembang, itu hanya soal waktu dan ketekunan dalam berproses memupuk bakat demi bakat. Ketertarikan Sani pada puisi telah muncul sejak SMP. Lebih dari seratus puisi telah ditulisnya. Hingga kini, di sela-sela kesibukannya sebagai pelukis, Sani selalu menyempatkan diri menulis puisi. Sani berusaha mengumpulkan puisi-puisinya yang tercecer untuk disatukan dalam sebuah buku kumpulan puisi. Keinginan menerbitkan buku puisi telah dipendamnya sejak lama dan baru pada tahun ini bisa terwujud. Buku ini merangkum tujuh puluh satu puisi yang disusun secara kronologis dari tahun penciptaan 2010 hingga 2022. Puisi-puisi dalam buku ini cukup mampu mewakili kegelisahan Sani terhadap berbagai hal yang mengusik pikiran dan perasaannya. Selain itu, puisi-puisi tersebut juga dihiasi dengan sketsa dan drawing karya Sani. Pembaca bisa menikmati kekuatan Sani dalam olah bahasa dan olah visual. Buku ini menggambarkan persekutuan puisi dan seni rupa. Puisi-puisi Sani sebagaimana lukisannya cenderung lembut. Puisi-puisinya merupakan curahan hati seorang perempuan. Gaya ungkap Sani cenderung sederhana, polos, lugu. Pendek kata, puisi-puisi Sani tampil apa adanya. Namun, kesederhanaan dan keluguan gaya ungkap itu justru menjadi kekuatan puisi-puisi Sani. Sani tidak berpretensi bermain dengan metafora yang berlebihan. Namun, selalu ada metafora yang mengejutkan dalam puisinya. Secara keseluruhan, dia membiarkan kata-kata mengalir mengikuti irama perasaannya, membentuk baris-baris pendek yang kadang tajam dan tegas, namun mengandung kelembutan. Pembaca bisa dibuat hanyut dengan puisinya yang berbicara tentang cinta dan kerinduan, atau perihal luka batin seorang perempuan. Namun, di sisi lain, pembaca bisa merasakan kepedulian Sani terhadap kemanusiaan dan lingkungan. Pendek kata, Sani memotret beragam peristiwa—termasuk peristiwa dalam dirinya—untuk dituangnya menjadi puisi. Agar tidak terlalu berlebihan, mari nikmati saja puisi-puisi dalam Melodia Rasa ini.


TAGS :

Wayan Jengki Sunarta

Wayan Jengki Sunarta, lahir di Denpasar, Bali, 22 Juni 1975. Lulusan Antropologi Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana. Pernah kuliah Seni Lukis di ISI Denpasar. Menulis puisi sejak awal 1990-an, kemudian cerpen, feature, esai/artikel seni budaya, kritik/ulasan seni rupa, dan novel.

Komentar