Citra Perempuan Tegar dan Tangguh dalam Kumpulan Cerpen Manisan Gula Merah Setengah Gigit karya Desi

  • By I Wayan Agus Sukmadana
  • 25 Desember 2022
istimewa

Kumpulan cerpen ‘Manisan Gula Merah Setengah Gigit’ merupakan buku yang ditulis oleh Kadek Desi Nurani. Terdapat 9 cerpen pada buku ini. Penulis menceritakan sosok perempuan yang sangat tegar dan tangguh dalam menghadapi permasalahan yang mucul dalam hidupnya.

Perempuan seringkali dipandang sebagai sosok yang lemah bahkan memiliki perasaan cukup sensitif. Ada juga yang mengatakan perempuan cukup sering menggunakan perasaannya ketimbang laki-laki yang lebih cenderung menggunakan akal dan logikanya. Terlepas dari pandangan itu, sesungguhnya perempuan juga bisa menunjukkan sosok yang sangat tangguh, kuat, dan tegar. Perempuan bisa menjadi orang yang mandiri, penuh ambisi, dan memiliki kualitas diri. Dalam hal ini perempuan mampu bangkit saat permasalahan hidup yang menimpanya dan tegar dalam menghadapi masalah tertentu.

Dalam kumpulan cerpen Manisan Gula Merah Setengah Gigit, perempuan yang memiliki karakter tangguh dan tegar bisa kita lihat dalam cerpen berjudul ‘Avandari. Kita simak dialog, “Mama, bukan… Maksud mama adalah, setiap perempuan katanya dikodratkan untuk hidup bersama seorang kawan lelaki. Diikat dalam sebuah pernikahan. Hal itu berlaku saat kedua orang itu saling jatuh cinta dan siap hidup bersama. Alam perjalanan sepasang lelaki dan perempuan itu disebut kekasih. Ketika telah jadi suami istri, status mereka berubah, pun dengan tanggung jawabnya. Tetapi, Litha… Tidak semua pasangan mampu melakukan tugasnya dengan baik. Ada yang berhenti bersepakat lantaran salah seorang merasa tak mampu atau datang orang yang baru. Dan mama mengalami keduanya. Lalu apa kemudian mama salah tidak mengenalkannya padamu? Pada ia yang mengira bahwa mama membuahkanmu dengan lelaki lain yang bukan dirinya.”

Dari kutipan dialog itu menunjukkan bahwa mama dari tokoh Litha adalah contoh perempuan yang memiliki jiwa tangguh dan juga tegar dalam menghadapi persoalan di masa lalunya. Mama membesarkan Litha dari kecil seorang diri tanpa sorang suami. Dari tokoh tersebut mencerminkan bahwa tudingan yang mengatakan perempuan adalah mahluk yang lemah tidaklah benar. Dalam menghadapi berbagai masalah yang mendera, perempuan dapat bersikap tegar dan kuat. Mereka dapat mencari solusinya dan perlahan bangkit kemudian keluar dari masalah tersebut. Mereka bisa tetap tersenyum meski apa yang dilaluinya cukup menyakitkan. Sesulit apa pun masalah yang dihadapinya, seorang perempuan akan berusaha menyelesaikannya sendiri. Oleh karena itu, setiap perempuan bisa begitu tegar dan kuat dalam menghadapi masalah. Di kehidupan nyata perempuan yang sudah menjadi ibu adalah sosok yang tangguh, rela bekorban apa pun demi anaknya. Kebahagian anak adalah segalanya bagi seorang ibu.

Begitu juga dengan cerpen yang berjudul ‘Menghayati Benih’. Tokoh utama dalam cerpen ini bernama Sekar Arum. Setelah menikah ia mendapatkan persoalan yang amat pelik yaitu ia dianggap mandul. “Hei kau berdoalah dan memohon maaf pada leluhur kami. Sekiranya mungkin ada yang luput kau lakukan sehingga mereka enggan turun padamu. Yah tidak ada salahnya pula berdoa, kan. Sebab hanya keajaiban yang menyelamatkan kemandulan?”

Belum juga kutanggahkan langkahku sampai pada teras rumah, aku sudah siap memulai segala perdebatan yang akan sibuk kulak-alik sendiri dalam dada. Kalimat itu hampir setiap waktu kudengar. Kadang di sela irisan bawang saat tengah kusiapkan santapan untuk orang rumah, kadang pula di antara jahitan canang sesayut. Mendengar cercaan itu, kadang tak terasa tanganku ikut serta kujahit bersamanya haturan, wadah doa seperti pinta mereka selalu. Sebab mungkin saja benar, leluhur di tanah mereka tak menghendaki kehadiranku. Jadi kulakukan selalu apa yang mereka katakan. Sampai kemudian habis segala haturan kami ayat ke rumah-rumah doa, tak juga benih bertumbuh di rahimku.

Maka mereka memanggilku Bekung. Di natah rumah atau di jalan manapun ketika kami bersama, aku dikenalkannya sebagai I Bekung. Membawa sial nasib keturunan keluarganya. Aku diam saja. Mendengarkan saja. Menghargai ia yang tua. Takut aku menjadi lebih berdosa karena tulah jika membantah atau hendak kuumpat balik ia. Ibu mertuaku. Aku menatapnya saja. Memandangnya sebagai ibu dari suamiku, sebagai ibu yang menerimaku dengan caranya. Aku memaafkannya. Kuabaikan perasaan-perasaan kecewa juga marah di dada. Kuredam mereka semua dengan caraku. Aku buang mereka. Kucorat-coretkan pada wajah-wajah orang. Menjadikannya alis, menempelkan di mata, pipi, mereka berubah jadi warna-warna wajah yang menawan. Jadi aku menanggap pujian. Bukan lagi umpatan.

Dari kutipan dan situasi di atas menunjukkan dengan jelas bahwa tokoh Sekar Arum merupakan perempuan yang sangat tegar dan kuat dalam menghadapi permasalahan di keluarga suaminya, di mana ia mendapatkan perkataan yang kurang mengenakan dari mertua. Tidak dapat dipungkiri konflik yang ada pada cerpen ini juga terjadi pada kehidupan nyata. Permasalahan di dalam perkawinan tak hanya muncul dari pasangan saja namun bisa juga muncul dari pihak lain. Hal yang tidak bisa dihindarkan. Maka tak sedikit orang beranggapan bahwa menikah dengan seseorang berarti menikahi keluarganya juga.

Dalam cerpen yang berjudul ‘Waris Bapak’ yang menceritakan kehidupan sepasang suami istri yang bernama Pak Lanang dan Mbok Rus. Sejak remaja Pak Lanang mempunyai kebiasaan buruk yakni berjudi dan minum alkohol yang sangat berbeda dibanding semua saudaranya. Pada suatu ketika Pak Lanang datang membawa seorang perempuan dalam keadaan hamil yang diperkenalkannya sebagai kekasihnya. Berulang kali Pak Lanag pergi, berulang kali kembali membawa istri. Namun Mbok Rus tetap tegar dan kuat menerima perlakuan suaminya yang bisa kita lihat dari kutipan berikut. “Tapi semua orang tahu, Mbok Rus tidak pernah pergi sejak puluhan tahun lamanya ia dipermainkan Pak Lanang. Orang-orang bahkan merasa bahwa gerutu Mbok Rus hanya untuk menimpali keinginan mereka untuk terus bercakap-cakap. Seperti ada kesadaran yang Mbok Rus rasakan, bahwa ia harus tetap membuat penggunjingnya tetap nyaman. Mengorek lalu mengolok-olok dirinya dan pernikahannya tanpa kemarahan atau ketersinggungan. Tanpa beban atau pemaksaan.”

Dalam cerpen ‘Waris Bapak’, tokoh Mbok Rus merupakan sosok perempuan yang tegar dan tabah. Penggambaran tokoh Mbok Rus yang dilakukan oleh Kadek Desi Nurani dalam cerpen ‘Waris Bapak’ sangat baik dimana terlihat jelas ketegaran dan ketabahan tokoh Mbok Rus ketika mengetahui bahwa Pak Lanang mengkhianati dirinya berkali-kali. Hal ini dapat meyakinkan pembaca bahwa perempuan bukanlah sosok yang lemah dan lebih mementingkan perasaannya tetapi perempuan adalah sosok yang sangat kuat, tegar, dan sangat tabah dalam menghadapi suatu permasalahan yang sesungguhnya begitu sulit untuk diterima.

Perempuan yang tegar dan tangguh sudah pasti memiliki kesabaran dan ambisi sangat besar. Perempuan yang tegar selalu memahami dan menyadari kapasitas dirinya tetapi tetap dengan menanamkan kepercayaan begitu besar dalam dirinya. Perempuan lebih memprioritaskan perasaannya sehingga perempuan akan mudah untuk menangis. Namun, perempuan juga menggunakan logikanya untuk menjadi sosok yang bijak atas segala keputusan yang telah mereka ambil. Meski setiap perempuan memiliki ketegaran berbeda-beda, tetapi cara mereka untuk menjadi sosok yang tegar tetaplah sama. Perempuan tetap mengandalkan diri sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain.

Dalam kumpulan cerpen Manisan Gula Merah Setengah Gigit yang ditulis oleh Kadek Desi Nurani penggambaran tokoh, gaya penceritaan, dan ending dalam penceritaannya sudah sangat bagus. Penulis mampu mengemasnya dengan sangat baik sehingga buku ini menarik untuk dibaca. Namun ada beberapa judul cerpen yang memerlukan waktu dan pembacaan secara berulang-ulang untuk memahami makna dari cerita pendek tersebut. Buku ini banyak menuliskan kegelisahan-kegelisahan yang dirasakan perempuan dan cerita-cerita yang ada dalam buku ini sangat dekat dengan lingkungan sosial.


TAGS :

I Wayan Agus Sukmadana

Lahir di Denpasar, 31 Agustus 2000. Menempuh pendidikan di Universitas PGRI Mahadewa Indonesia, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah, konsentrasi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Komentar