Faktor-faktor Penyebeb Interferensi dan Intregrasi Bahasa

  • By Ni Putu Wulan Diary
  • 08 Januari 2024
istimewa

Dalam masyarakat bilingual, lazim terjadi fenomena kebahasaan berupa interferensi dan integrasi. Kedua fenomena kebahasaan ini muncul karena terjadinya kontak dua bahasa yakni bahasa pertama dan bahasa kedua. Saling kontak tersebut bisa berdampak merugikan atau menguntungkan. Jika kontak bahasa terjadi dan unsur bahasa pertama atau kedua yang digunakan oleh penutur bahasa bilingual ternyata berbeda, hal ini disebut sebagai interferensi dan mengakibatkan kesalahan berbahasa. Sebaliknya, jika kontak bahasa yang terjadi dan itu berarti terjadi peristiwa peminjaman atau penyerapan unsur-usur bahasa pertama ke bahasa kedua atau sebaliknya dan ternyata berdampak positif, yaitu memerkaya bahasa pertama atau kedua, fenomena ini disebut sebagai integrasi. Keduanya merupakan salah satu bahasa dalam kajian sosiolinguistik. Tujuan tulisan artikel ini adalah membahas interferensi dan intergrasi bahasa pertama dan bahasa kedua dalam kajian sosiolinguistik.

Kata kunci: interferensi, integrasi, bahasa.

 

PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk sosial sejatinya senantiasa melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Dalam kegiatan tersebut, manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi guna menunjang berjalannya segala aktivitas. Seiring berjalannya waktu, dengan aktivitas manusia yang semakin beragam, bahasa sebagai media interaksi juga mengalami perkembangan. Manusia tidak hanya dituntut untuk menguasai satu bahasa saja, melainkan juga harus menguasai bahasa-bahasa yang lain. Hal ini dilandasi oleh semakin luasnya jangkauan hubungan antar manusia, baik dalam ranah ekonomi, sosial, maupun budaya. Dengan kata lain, hubungan tersebut tidak hanya berfokus dalam satu masyarakat bahasa saja melainkan juga antar masyarakat bahasa yang lain.

Masyarakat bahasa merupakan istilah yang merujuk pada suatu kelompok manusia (sosialgegografis) di mana anggotanya saling berkomunikasi secara teratur dengan wujud (bahasa) yang sama (Halliday dalam Malabar, 2015:13). Jika terjadi komunikasi antar individu dari masyarakat bahasa yang berbeda, hal ini mengharuskan seorang penutur untuk melafalkan suatu bahasa yang dapat dimengerti oleh kedua individu dari masyarakat bahasa yang berbeda tersebut. Pada akhirnya, proses ini akan membuat individu menjadi seorang bilingual yang memiliki kemampuan untuk melafalkan dua bahasa sekaligus.

Kondisi ketidakmampuan seorang bilingual dalam memisahkan unsur-unsur kedua bahasa yang dikuasai akan menimbulkan kesalahan berbahasa yang disebut sebagai interferensi bahasa. Dalam masyarakat bilingual, selain terdapat gejala interferensi dalam pemakaian Bahasa, juga terdapat integrasi unsur-unsur bahasa pertama ke bahasa kedua atau sebaliknya. Integrasi bahasa merupakan fenomena kebahasaan yang menguntungkan bagi bahasa penerima, karena akan memerkaya bahasa tersebut, misalnya bertambahnya kosakata, perluasan makna kata, dan sebagainya. Kedua fenomena bahasa dalam masyarakat bilingual, yakni interferensi dan integrasi masih merupakan topik yang menarik untuk dikaji mengingat kedua fenomena kebahasaan tersebut pasti akan terjadi dalam masyarakat bilingual. Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan, tulisan ini akan membahas hakikat interferensi dan integrasi, faktor penyebab, dan bentuk kedua fenomena kebahasaan tersebut.

METODE

Artikel ini merupakan hasil studi kepustakaan, karena sumber data berupa sejumlah referensi yang membahas interferensi dan integrasi. Data dikumpulkan dengan metode dokumentasi dengan teknik baca dan teknik catat. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan teknik deskriptif interpretatif.

PEMBAHASAN

Faktor-Faktor Penyebab Interferensi Bahasa

Secara umum fenomena interferensi bahasa terjadi karena seorang bilingual tidak bisa membedakan/memisahkan unsur-unsur antara bahasa Ibu dengan bahasa kedua. Dalam situasi yang lebih konkrit, interferensi dapat terjadi saat seorang bilingual mengalami kendala dalam melafalkan bahasa kedua yang kemudian proses kognitif cenderung membawa fitur-fitur bahasa Ibu yang lebih dikuasai untuk membantu dalam proses pelafalan. Secara lebih detail, Weinrich (1970:64-65) menyebut setidaknya ada tujuh faktor yang melatarbelakangi terjadinya interferensi. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut.

Kedwibahasaan pelafal/penutur bahasa

Kedwibahasaan atau kemampuan melafalkan dua bahasa merupakan sumber utama terjadinya interferensi bahasa. Seseorang yang hanya menguasai satu bahasa tidak akan dijumpai fenomena interferensi. Dalam diri seorang dwibahasawan akan menyebabkan terjadinya proses kontak bahasa, yaitu peristiwa pemakaian dua bahasa secara bergantian sehingga berpeluang terjadi interferensi bahasa.

Tipisnya kesetiaan pelafal/penutur bahasa penerima

Yang dimaksud dengan tipisnya kesetiaan pelafal bahasa penerima adalah rendahnya kemampuan atau pengetahuan pelafal atas kaidah bahasa penerima (bahasa kedua yang dilafalkan). Hal tersebutnya nantinya akan berujung pada pengabaian kaidah-kaidah bahasa penerima yang kemudian akan terjadi pengambilan unsur-unsur bahasa sumber (bahasa Ibu) yang lebih dikuasai. Akhirnya, bahasa penerima yang dilafalkan baik secara lisan maupun tulis akan terinterferensi oleh bahasa Ibu dalam berbagai macam bentuk secara tidak terkontrol.

Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima

Tidak cukup atau tercukupinya kosakata bahasa penerima bergantung pada kemampuan individu dalam mempelajari/memahami kaidah bahasa. Pada dasarnya, seseorang mempelajari bahasa kedua dilatarbelakangi untuk tujuan tertentu yang menunjang kehidupannya. Karenanya, proses pembelajaran juga disesuaikan atas keperluan tersebut. Jika individu berada dalam situasi kehidupan yang berbeda/dunia luar namun masih dalam koridor bahasa kedua yang diperlajari, tentu juga akan menambah jumlah kosakata yang harus dikuasai. Jika individu tersebut tidak memiliki jumlah kosakata yang mumpuni untuk berinteraksi, maka mereka akan menggunakan/meminjam kosakata dari bahasa Ibu. Proses ini tentunya akan menghasilkan sebuah konsep yang baru dalam bahasa yang dilafalkan sehingga akan menimbulkan suatu interferensi.

Menghilangnya beberapa kosakata yang jarang digunakan

Beberapa kosakata yang jarang digunakan oleh individu lama kelamaan akan menghilang. Jika hal ini terjadi, jumlah kosakata yang dikuasai oleh pelafal akan berkurang sehingga akan mempengaruhi kemampuan dalam melafalkan bahasa. Sama seperti kasus pada poin sebelumnya, jika pelafal mengalami kendala untuk melafalkan kosakata yang hilang, pelafal akan mengambil unsur dari bahasa Ibu yang kemudian akan terjadi proses interferensi.

Kebutuhan persamaan kata/sinonim

Sinonim atau padanan kata yang bermakna sama merupakan sarana variasi untuk berbahasa. Penggunaan sinonim sangat penting dalam berbahasa di mana bertujuan untuk menghindari pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang agar tidak terjadi kejenuhan. Karena tergolong penting, pemakai bahasa sering melakukan peminjaman kosakata dari bahasa sumber untuk memberikan sinonim pada bahasa penerima sehingga terjadi interferensi. Kegiatan peminjaman dilakukan oleh pemakai bahasa lantaran ketidakmampuan untuk mencari padanan kata dalam satu bahasa yang sama (bahasa penerima).

Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa

Ada beberapa kondisi di mana pelafal menganggap bahwa kemampuan menguasai bahasa sumber merupakan sebuah prestise jika ditunjukkan dalam berinteraksi. Hal ini akan memicu terjadinya interferensi pada bahasa penerima, mengingat pelafal akan berupaya untuk menyisipkan beberapa unsur-unsur bahasa sumber guna menunjukkan bahwa dia juga memiliki kemampuan melafalkan bahasa tersebut. Fenomena ini berujung pada timbulnya sebuah gaya dalam berbahasa.

Terbawa kebiasaan bahasa Ibu

Faktor terbawanya kebiasaan bahasa Ibu terjadinya karena kurangnya kemampuan pelafal untuk berbahasa dengan bahasa penerima. Tingkat kemampuan bahasa Ibu yang tergolong tinggi akan mempengaruhi pelafalan bahasa penerima yang tergolong lebih rendah saat menghadapi sebuah hambatan berbahasa.

Faktor-faktor Penyebab Interferensi

Seperti yang disebutkan sebelumnya, integrasi bahasa merupakan hasil dari fenomena interferensi yang terjadi secara berulang-ulang dan berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Pada awalnya, pemakai bahasa akan menggunakan unsur suatu bahasa untuk melafalkan bahasa lain. Jika unsur yang dipinjam ini bisa diterima dan turut digunakan oleh pelafal/penutur lain secara periodik dalam waktu yang lama atau tidak terlalu lama/belum lama namun sangat diperlukan karena belum adanya padanan kata, maka unsur tersebut diklaim sebagai unsur bahasa yang berintegrasi (Haugen, 1972:477). Proses peminjaman unsur bahasa yang terintegrasi ke dalam bahasa lain akan mengalami penyesuaian berdasarkan sistem atau kaidah bahasa penerima. Lama waktu proses penyesuaian tersebut akan sampai pada tahap integrasi bergantung pada bentuk bahasa antar keduanya. Dengan kata lain, jika unsur/kaidah bahasa sumber memiliki banyak kesamaan dengan bahasa penerima, maka proses penyesuaian akan cenderung cepat.

Secara lebih detail, terdapat tiga faktor lain yang mempengaruhi terjadinya integrasi. Ketiga faktor tersebut dikutip dari Solihah (2018:375) sebagai berikut.

Kondisi karakteristik sistem/kaidah kebahasaan; semakin mirip antara satu dengan lainnya maka akan semakin cepat berintegrasi.

Urgensi penyerapan unsur bahasa; semakin penting unsur bahasa tersebut dalam pemakaian bahasa penerima maka semakin sering digunakan sehingga semakin cepat berintegrasi.

Sikap bahasa pada penutur bahasa penerima; di mana terdapat kesetiaan, kebanggaan, dan kesadaran akan norma-norma bahasa, jika sikap bahasa ini semakin menurun maka akan semakin berpeluang terjadi integrasi.

Fenomena integrasi dalam sebuah bahasa dapat dikatakan memang sukar untuk dibedakan dengan interferensi. Satu-satunya cara yang dapat digunakan untuk membedakan secara konkrit hal tersebut adalah adanya pedoman berupa kamus. Dengan kata lain, jika unsur serapan atau bentuk intererensi telah tercantum dalam kamus bahasa penerima, maka dapat dikatakan bahwa unsur tersebut telah terintegrasi. Begitu juga sebaliknya, jika belum tercantum dalam kamus maka proses masih berada dalam tahap interferensi.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa dalam masyarakat bilingual lazim terjadi fenomena kebahasaan berupa interferensi dan integrasi. Interferensi merupakan fenomena masuknya unsur-unsur bahasa pertama ke dalam penggunaan bahasa kedua atau sebaliknya dan menimbulkan kesalahan berbahasa. Hal ini terjadi karena perbedaan struktus antara bahasa pertama dan kedua sehingga berakibat pada kesalahan berbahasa. Integrasi merupakan fenomena kebahasaan dalam masyarakat bilingual, karena dipinjamnya atau diserapnya unsur-unsur dalam bahasa pertama oleh bahasa kedua atau sebaiknya dan peristiwa integrasi berdampak positif, karena memerkaya bahasa pertama atau kedua sesuai dengan status bahasa tersebut sebagai bahasa pendonor atau penerima.

Saran

Sebagai generasi penerus bangsa, kita harus bisa memisahkan unsur-unsur bahasa pertama ke bahasa kedua atau sebaliknya. Untuk itu kita harus menguasai kosakata, perluasan makna kata, dan sebagainya

DAFTAR PUSTAKA

Haugen, Einar. 1972. The Ecology of Language. California: Stanford University Press.

Malabar, Sayama. 2015. Sosiolinguistik. Gorontalo: Ideas Publishing.

Solihah, Rizki Amalia. 2018. Kontak Bahasa: Kedwibahasaan, Alih Kode, Campur Kode, Interferensi, dan Integrasi. Makalah. Dalam: The 3rd Annual International Conference on Islamic Education, 24-25 Februari.


TAGS :

Ni Putu Wulan Diary

Ni Putu Wulan Diary

Lahir                : Denpasar, 24 Mei 2003

Contac            : wulandiary325@gmail.com

Pendidikan     : Menempuh Pendidikan di Universitas PGRI Mahadewa Indonesia

IG                    : wdiary16

Komentar