Sagung Wah Pahlawan Wanita dari Tabanan

  • By Ketut Sugiartha
  • 30 Oktober 2023
Tut Sugi

Sagung Wah atau Sagung Ayu Wah adalah adik bungsu Raja Tabanan yang bernama I Gusti Rai Perang. Pada tahun 1906 beliau gugur di Puri Denpasar karena tipu muslihat Belanda. Dengan gugurnya raja Tabanan, Belanda akhirnya dengan leluasa menghancurkan Kerajaan Tabanan dan mengasingkan keluarga Raja ke Lombok.

Namun, si bungsu Sagung Wah luput dari perhatian Belanda. Meski masih merupakan gedis belia, ia berhasil menghimpun kekuatan rakyat untuk melakukan pemberontakan terhadap Belanda. Ia menggembleng pasukannya di Desa Wangaya yang letaknya di sebelah utara Tabanan. Setelah lewat 2 bulan, bersama pasukannya Sagung Wah lantas memimpin pemberontakan terhadap Belanda.

 

Pertempuran pun terjadi di Tuakilang antara Belanda dan pasukan Sagung Wah. Belanda kebingungan karena bedil dan meriamnya tiba-tiba tidak berfungsi. Itu disebabkan oleh senjata sakti berupa keris yang ada di tangan kiri dan kanan Sagung Wah yang didapat di Batukaru. Senjata itu bernama Ki Gedebongbelus dan Ki Tinjaklesung.

Belanda yang kebingungan akhirnya mundur dan minta perlindungan pada Puri Kaleran. Dari puri yang masih merupakan bagian dari Puri Agung itu akhirnya dikeluarkan senjata yang disebut Ki Tulup Empet untuk menangkal senjata sakti Sagung Wah. Demikanlah, dengan senjata itu kekuatan senjata di kedua tangan Sagung Wah akhirnya kehilangan tuahnya.

Karena bedil dan meriam Belanda kembali berfungsi, maka pertempuran yang kembali berlangsung menjadi tidak seimbang. Belanda dapat dengan mudah memukul mundur pasukan Sagung Wah. Dengan sisa pasukannya Sagung Wah lalu memutuskan menyingkir ke Wangaya. Dari Wangaya ia kemudian pindah ke Puri Anyar Kerambitan karena Wangaya sudah dimata-matai oleh Belanda.

Dua hari kemudian ada utusan dari Tabanan yang meminta Sagung Wah kembali ke Tabanan untuk memimpin rakyat sebagai Ratu Tabanan. Tanpa prasangka Sagung Wah kembali ke Tabanan. Ia duduk di atas tandu yang diusung oleh sisa pasukannya. Akan tetapi, ternyata itu hanya tipu muslihat Belanda. Begitu sampai di Dauh Pala ia ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Lombok.

Sejak saat itu Sagung Wah tidak pernah kembali lagi ke Tabanan. Ada sumber yang menyebutkan bahwa ia wafat di penjara. Namun, sampai saat ini masyarakat Tabanan masih tetap mengenang dan menghormatinya sebagai pahlawan. Sebagai wujud nyata dari penghormatan itu lalu didirikan patung Sagung Wah di jantung Kota Tabanan. Lokasinya persis di catus pata atau perempatan yang berdampingan dengan Gedung Kesenian I Ketut Maria dan Taman Kota Bung Karno. Selain itu, di samping Taman Bung Karno juga didirikan Museum Sagung Wah.

Pasar Kota Tabanan juga tidak jauh dari patung karya Nyoman Nuarta itu. Namun warga masyarakat yang lalu lalang di sekitar tempat itu mungkin banyak yang tidak tahu bahwa itu adalah patung seorang putri gagah berani yang dalam usia belasan tahun mampu memimpin pasukan untuk bertempur dengan Belanda.


TAGS :

Ketut Sugiartha

Menulis esai, puisi, cerpen dan novel. Tulisan-tulisannya telah tersebar di berbagai media cetak dan daring. Telah menerbitkan sejumlah buku fiksi meliputi antologi puisi, kumpulan cerpen dan novel. Buku terbarunya: kumpulan cerpen Tentang Sepuluh Wanita, antologi puisi Mantra Sekuntum Mawar dan novel Wiku Dharma.

Komentar