Melodia
- By Wayan Jengki Sunarta
- 10 Juli 2023
Umbu Landu Paranggi, biasa disingkat ULP, selama ini lebih dikenal sebagai motivator dan apresiator yang membina dan membimbing banyak calon penyair menemukan jati dirinya. Hal itu dilakukannya ketika menetap di Yogyakarta lewat media Pelopor Yogya dan komunitas Persada Studi Klub (PSK) dan ketika menetap di Bali lewat Bali Post dan berbagai bentuk kegiatan apresiasi sastra di seluruh kabupaten di Bali.
Hingga saat ini, ULP belum memiliki antologi puisi tunggal yang menyuguhkan gambaran komprehensif tentang kepenyairannya. Namun keinginannya membuat buku kumpulan puisi beberapa kali pernah tercetus. Misalnya, di sela-sela acara “Ngampung Seni” di komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP), sekitar tahun 2020-an, ia pernah berujar kepada saya tentang keinginannya menerbitkan puisi-puisinya menjadi sebuah buku.
Jauh sebelum itu, dalam sebuah wawancara dengan Arief Joko Wicaksono TR di sela-sela Kemah Budaya di Apuan, Tabanan, Bali, Desember 1992, ULP menceritakan rencana penerbitan buku puisinya. Bahkan ia telah menyiapkan judul untuk calon bukunya, yakni Proses Panjang Para Pemeluk Pohon yang terdiri dari tiga bab. Hal itu dituturkan Arief dalam tulisan “Proses Panjang Para Pemeluk Pohon, Retrospeksi Puisi Umbu Landu Paranggi” yang dimuat di Suara Pembaruan tanggal 7 Februari 1992, kemudian dihimpun dalam buku Analekta Esai Koran: Pembicaraan Puisi (Teras Budaya, Jakarta, 2021).
Ketika saya mengumpulkan arsip-arsip tentang ULP, saya juga menemukan data bahwa ia rajin menghimpun puisi-puisinya dalam beberapa manuskrip untuk kepentingan dokumentasi pribadinya. Judul-judul manuskrip tersebut antara lain Melodia (himpunan sajak-sajak 1963 – 1967), Sajak-Sajak Kecil (1967), Sarang, Upacara, Maramba Rumba, Sepucuk Gitar Selembar Tikar, Penunggang Kuda dari Timur Selatan, Malam Nusa Tenggara. Namun hingga saat ini saya belum menemukan manuskripmanuskrip tersebut.
Dalam proses pelacakan puisi-puisi ULP, saya sempat menghubungi putra sulungnya, Umbu Domu Wulang Maramba Andang. Umbu Andang, panggilan akrabnya, mengatakan bahwa sejumlah puisi ayahnya yang ditulis tangan tersimpan dalam sebuah peti bersama foto-foto, surat-surat, dan pakaian di Kananggar, kampung kelahiran ULP. Sayangnya, menurut Umbu Andang, semua “harta karun” itu habis dimakan tikus. Putri ULP, Rambu Anarara Wulang Paranggi, juga memberikan kesaksian bahwa pada masa kanak-kanak ia pernah membaca puisi-puisi ayahnya yang ditulis tangan yang ditunjukkan oleh ibunya.
ULP produktif menulis puisi ketika melanjutkan SMA di Yogyakarta. Puisi-puisi masa remajanya banyak dimuat di Majalah Mimbar Indonesia. Selain itu, puisinya juga banyak ditemukan di Mingguan Pelopor Yogya, Majalah Basis, Sinar Harapan,
dan beberapa media lainnya. Sejak menetap di Bali, ia sangat jarang mempublikasikan puisinya. Ia lebih banyak menjadi motivator dan apresiator bagi calon-calon penyair melalui gerakan apresiasi sastra di seluruh kabupaten di Bali. Bahkan, sejak 2014 hingga menjelang akhir hayatnya, ia turut menemani dan menggembleng anak-anak muda di JKP dalam berkesenian, termasuk juga menjadi penggerak kegiatan JKP.
Melacak dan mengumpulkan puisi-puisi ULP dari berbagai sumber telah saya lakukan sejak lama. Puisi-puisi itu kemudian saya ketik ulang di sela-sela kesibukan saya mengurus hal lain. Puisi-puisi dan tulisan tentang ULP yang berhasil saya temukan kemudian saya publikasikan di situs http://umbulanduparanggi.blogspot.com/ yang saya buat tahun 2014. Sejak tahun 2022 muncul keinginan saya untuk membukukan dan menerbitkan puisi-puisi ULP yang berhasil saya kumpulkan. Hal ini saya lakukan sebagai bentuk dedikasi dan penghormatan seorang murid kepada gurunya yang telah tiada.
Pemikiran dan keinginan saya disambut dan didukung oleh penyair dan pelukis Nyoman Wirata, salah seorang murid angkatan pertama ULP di Bali era 1980-an awal. Sambutan dan dukungan Nyoman Wirata semakin memperkuat keberanian saya untuk membukukan dan menerbitkan puisi-puisi ULP. Hal ini penting dilakukan mengingat belum ada buku yang secara khusus menghimpun puisi-puisi ULP. Bahkan, Nyoman Wirata juga melakukan dedikasi dalam bentuk lain, yakni merespon sejumlah puisi ULP menjadi lukisan. Untuk melengkapi arsip, saya kembali melacak puisi-puisi ULP. Dengan cara-cara tidak terduga saya menemukan puisipuisinya yang lain. Misalnya saya menemukan kliping puisinya diposting di facebook atau dari sumber lain. Saya melakukan pengetikan ulang terhadap beberapa puisi yang baru saya temukan. Kemudian saya memeriksa salah ketik, ejaan, verifikasi data, dan sebagainya. Proses ini lumayan memakan waktu sebab harus dilakukan dengan teliti dan telaten.
Puisi-puisi dalam buku ini disusun secara kronologis, dimulai dari puisi-puisi masa remaja hingga puisi terakhir ULP yang berhasil saya temukan. Saya memasukkan puisi-puisi masa remaja dengan pertimbangan untuk memberikan gambaran lengkap tentang kepenyairannya. Urutan kronologis penyusunan puisi dalam buku ini berdasarkan angka tahun pembuatan puisi (titimangsa). Bila titimangsa tidak tercantum pada puisi, maka saya merujuk pada data pemuatan puisi ULP di media cetak. Terbuka kemungkinan tahun pembuatan puisi (titimangsa) bisa berbeda dengan tahun pemuatan puisi yang menyebabkan urutan kronologis tidak sempurna. Bila puisi yang sama dimuat di media dan tahun berbeda, maka saya merujuk pada pemuatan awal sesuai data yang berhasil saya kumpulkan.
Pada saat proses pengumpulan puisi, saya menemukan beberapa puisi ULP mengalami swasunting, dari revisi ringan hingga berat. Puisi-puisi tersebut dimuat di media yang berbeda. Dalam buku ini, saya tampilkan beberapa puisi yang mengalami swasunting dengan menambahkan kata “versi” pada judul puisinya. Puisi-puisi yang mengalami revisi saya susun berdasarkan data media dan tahun pemuatan karya. Selain versi revisi, saya juga menemukan beberapa pemuatan puisi ULP di media yang berbeda dengan isi sama namun judul berbeda. Untuk kasus ini,
saya menerakan catatan di bawah puisinya.
Dalam penyusunan ini, sumber data utama yang saya cantumkan pada puisi berasal dari berbagai majalah dan surat kabar yang memuat puisi ULP, seperti Majalah Mimbar Indonesia, Majalah Basis, Majalah Pusara, Pelopor Yogya, Gadjah Mada, Semangat, Indonesia Raya, Sinar Harapan, Singgalang, Bali Post, Nusa Tenggara, Karya Bakti, Majalah Kolong Budaya, Majalah Balairung.
Selain itu, saya juga merujuk pada buku atau media lain yang memuat puisi ULP. Di antaranya adalah Suara Pancaran Sastra: Himpunan Esai dan Kritik (Korrie Layun Rampan, Yayasan Arus Jakarta, 1984), Tonggak, Antologi Puisi Indonesia Modern 3 (editor Linus Suryadi AG, Gramedia, Jakarta, 1987), Teh Ginseng (Sanggar Minum Kopi, Denpasar, 1993), Album Kuda Putih (musikalisasi puisi, Tan Lioe Ie, dkk, Denpasar, 2000), Menagerie 4 (The Lontar Foundation, Jakarta, 2000), Saron (Jatijagat Kehidupan Puisi dan Pustaka Ekspresi, Bali, 2018), Tutur Batur (Penerbit Arti, Denpasar, 2019), Metiyem, Pisungsung Adiluhung untuk Umbu Landu Paranggi (Iman Budhi Santosa, dkk, Rumah Budaya EAN, Yogyakarta, 2019), Analekta Esai Koran: Pembicaraan Puisi (Arief Joko Wicaksono TR, Teras Budaya Jakarta, 2021).
Saya memilih judul Melodia untuk kumpulan puisi ini dengan merujuk pada judul salah satu manuskrip kumpulan puisi ULP. Selain itu, puisinya yang berjudul Melodia juga sangat legendaris dan sering dibacakan atau dijadikan musikalisasi puisi oleh para pencinta sastra. Puisi itu juga mampu menggambarkan sosok ULP dan kehidupannya sebagai penyair. Lukisan sampul buku dibuat oleh Nyoman Wirata, hasil merespon puisi ULP yang berjudul Kuda Putih. Secara imajinatif, lukisan bernuansa magis-mistis tersebut menampilkan sosok ULP bertubuh kuda putih. Dalam kebudayaan Sumba, kuda adalah hewan yang sangat penting. Kuda adalah simbol kesakralan, martabat, kegigihan, kekuatan, kesetiaan, kesabaran. Bahkan menurut Rambu Anarara Wulang Paranggi, di Sumba Timur terdapat filosofi “njara pakaliti, ahu pakariangu” yang artinya “kuda tunggangan, anjing seperjalanan”, menggambarkan kedua binatang tersebut menjadi teman dekat seorang laki-laki Sumba.
Terwujudnya buku ini berkat bantuan banyak pihak. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada Odi Shalahuddin Mahdami yang dengan rela mengirimkan foto-foto kliping puisi-puisi masa remaja ULP yang dimuat di Mimbar Indonesia. Juga kepada IDK Raka Kusuma, Made Sujaya, Arief Joko Wicaksono TR, Adri Darmadji Woko, MG Wibisono yang ikut menyumbangkan sumber data untuk buku ini.
Penerbitan buku ini atas seizin pihak ahli waris yakni putra dan putri ULP. Untuk itu, secara khusus saya mengucapkan terima kasih kepada Umbu Domu Wulang Maramba Andang, Rambu Anarara Wulang Paranggi dan Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi. Buku ini diterbitkan pertama kali oleh Jatijagat Kehidupan Puisi (JKP) bekerja sama dengan Pustaka Ekspresi berkaitan dengan kegiatan Festival Umbu Landu Paranggi (FULP) yang digagas JKP. Selain penerbitan buku puisi, festival yang digelar pada bulan Agustus 2023 juga diisi dengan lomba baca
puisi, pementasan seni, dan pameran lukisan Nyoman Wirata bertajuk “CitraKata: Sajak-Sajak Umbu Landu Paranggi”. Pameran digelar tanggal 10 – 15 Agustus 2023 dan hasil penjualan lukisan sepenuhnya disumbangkan untuk kegiatan literasi di JKP.
Dana penerbitan buku ini berasal dari hasil penjualan lukisan karya Nyoman Wirata dan sumbangan para donatur. Untuk itu, terima kasih kepada Nyoman Wirata, Dr. H. Dadang Hermawan, Ida Bagus Dharmadiaksa, STIKOM Bali, Dewa Putu Sahadewa, Handy Saputra. Terima kasih juga kepada para pendukung penerbitan buku ini, antara lain Ari Antoni, Gusti Made Adi Kurniawan, Made Sugianto, Agus Wiryadhi Saidi, Ngurah Arya Dimas, Wini Arthini, Mira MM Astra dan kawan-kawan JKP yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Buku ini belum secara lengkap menyuguhkan puisi-puisi ULP, karena masih banyak puisinya yang belum saya temukan. Semoga puisi-puisi lainnya berhasil ditemukan, dikumpulkan dan diterbitkan ulang dalam edisi revisi. Saya mohon maaf apabila ada kekeliruan dan kekurangan dalam penyusunan buku ini.
Selamat menikmati Melodia.
Komentar