Bilingualisme dan Diglosia dalam Era Globalisasi

  • By Ni Kadek Adiyani Rahmaputri
  • 08 Januari 2024
internet

Dunia saat ini sedang diwarnai oleh fenomena globalisasi yang kian pesat. Dalam dinamika ini, bahasa memainkan peran krusial sebagai alat komunikasi dan jembatan pemahaman antarbudaya. Namun, tidak semua masyarakat dan bahasa mengalami globalisasi dengan cara yang sama. Salah satu fenomena yang menarik untuk dikaji dalam konteks ini adalah bilingualisme dan diglosia. Bilingualisme, atau kemampuan menggunakan dua bahasa secara bergantian, menjadi semakin umum di era globalisasi. Diglosia merujuk pada situasi di mana dua atau lebih varietas bahasa digunakan dalam konteks sosial yang berbeda. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode kualitatif digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena bilingualisme dan diglosia dalam era globalisasi. Pendekatan deskriptif digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan fenomena bilingualisme dan diglosia Artikel ilmiah ini bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika kompleks ini dengan fokus pada dampak globalisasi terhadap pola bilingualisme dan diglosia di berbagai wilayah dan komunitas linguistik, tantangan dan peluang yang ditimbulkan oleh bilingualisme dan diglosia dalam masyarakat, dan kebijakan dan strategi linguistik yang dapat mempromosikan bilingualisme yang adil dan inklusif dalam era global.

 

Kata kunci: sosiolinguistik, bilingualisme, diglosia, globalisasi,

 

PENDAHULUAN

Dunia saat ini sedang diwarnai oleh fenomena globalisasi yang kian pesat. Pergerakan informasi, barang, dan manusia lintas batas negara menjadi semakin mudah dan cepat. Dalam dinamika ini, bahasa memainkan peran krusial sebagai alat komunikasi dan jembatan pemahaman antarbudaya. Namun, tidak semua masyarakat dan bahasa mengalami globalisasi dengan cara yang sama. Salah satu fenomena yang menarik untuk dikaji dalam konteks ini adalah bilingualisme dan diglosia.

Bilingualisme, atau kemampuan menggunakan dua bahasa secara bergantian, menjadi semakin umum di era globalisasi. Hal ini didorong oleh berbagai faktor, seperti migrasi internasional, pendidikan, dan kemajuan teknologi komunikasi. Kemampuan bilingual menawarkan berbagai keuntungan, seperti akses ke informasi dan peluang ekonomi yang lebih luas, serta peningkatan keterampilan kognitif. Namun, bilingualisme juga dapat menimbulkan tantangan, seperti konflik identitas dan kesulitan mempertahankan bahasa ibu.

Di sisi lain, diglosia merujuk pada situasi di mana dua atau lebih varietas bahasa digunakan dalam konteks sosial yang berbeda. Varietas bahasa yang berkedudukan tinggi, biasanya bahasa nasional atau bahasa resmi, digunakan dalam situasi formal seperti pemerintahan, pendidikan, dan media massa. Sementara itu, varietas bahasa yang berkedudukan rendah, biasanya bahasa daerah atau bahasa komunitas, digunakan dalam situasi informal seperti percakapan sehari-hari dan kegiatan keagamaan. Diglosia dapat berdampak positif terhadap pelestarian bahasa daerah, namun juga dapat menimbulkan ketidaksetaraan dan marginalisasi kelompok penutur bahasa yang berkedudukan rendah. Tujuan artikel ilmiah ini adalah untuk mengkaji pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia dalam menghadapi tantangan perkembangan teknologi.

Dalam era globalisasi, bilingualisme dan diglosia saling terkait erat. Globalisasi dapat mendorong bilingualisme melalui peningkatan kontak antarbudaya dan kebutuhan akan komunikasi transnasional. Namun, globalisasi juga dapat memperkuat diglosia, dengan bahasa-bahasa dominan tertentu memperoleh prestise dan status yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain.

Artikel ilmiah ini bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika kompleks ini dengan fokus pada dampak globalisasi terhadap pola bilingualisme dan diglosia di berbagai wilayah dan komunitas linguistik, tantangan dan peluang yang ditimbulkan oleh bilingualisme dan diglosia dalam masyarakat, dan kebijakan dan strategi linguistik yang dapat mempromosikan bilingualisme yang adil dan inklusif dalam era global.

 

METODE

Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode kualitatif digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena bilingualisme dan diglosia dalam era globalisasi. Pendekatan deskriptif digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan fenomena bilingualisme dan diglosia

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber literatur, seperti buku, artikel, jurnal, dan laporan penelitian. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menghasilkan gambaran tentang fenomena bilingualisme dan diglosia dalam era globalisasi.

 

HASIL & PEMBAHASAN

Dampak globalisasi terhadap pola bilingualisme dan diglosia di berbagai wilayah dan komunitas linguistik

Globalisasi telah berdampak besar terhadap pola bilingualisme dan diglosia di berbagai wilayah dan komunitas linguistik. Secara umum, globalisasi telah mendorong peningkatan bilingualisme dan diglosia, baik di negara-negara maju maupun berkembang.

Di negara-negara maju, globalisasi telah meningkatkan mobilitas penduduk, baik secara internal maupun internasional. Hal ini telah mendorong peningkatan kontak antara penutur bahasa yang berbeda. Akibatnya, semakin banyak orang yang belajar bahasa asing untuk keperluan kerja, pendidikan, atau pariwisata.

Di negara-negara berkembang, globalisasi telah meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi dan teknologi dari luar negeri. Hal ini telah mendorong peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya bahasa asing. Akibatnya, semakin banyak orang yang belajar bahasa asing untuk keperluan ekonomi, sosial, dan budaya.

Peningkatan bilingualisme dapat dilihat dari meningkatnya jumlah penutur bahasa asing di seluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya mobilitas manusia, baik untuk keperluan pendidikan, pekerjaan, maupun pariwisata. Selain itu, globalisasi juga telah meningkatkan keterbukaan terhadap budaya dan bahasa lain. Hal ini mendorong semakin banyak orang yang mempelajari bahasa asing, baik untuk keperluan pribadi maupun profesional.

Selain meningkatkan bilingualisme, globalisasi juga dapat mendorong peningkatan diglosia. Diglosia adalah situasi di mana dua bahasa digunakan dalam suatu masyarakat, di mana salah satu bahasa memiliki fungsi yang lebih tinggi daripada bahasa lainnya. Dalam konteks globalisasi, bahasa yang lebih tinggi fungsinya biasanya adalah bahasa internasional, seperti bahasa Inggris, bahasa Prancis, atau bahasa Spanyol.

Dampak globalisasi terhadap pola bilingualisme dan diglosia dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain:

Aspek jumlah penutur: Globalisasi telah meningkatkan jumlah penutur bahasa tertentu. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya mobilitas penduduk dan komunikasi antar budaya. Misalnya, bahasa Inggris telah menjadi bahasa global yang digunakan di berbagai bidang, seperti bisnis, pendidikan, dan teknologi.

Aspek fungsi bahasa: Globalisasi telah mengubah fungsi bahasa tertentu. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya peran bahasa dalam berbagai bidang kehidupan. Misalnya, bahasa Inggris telah menjadi bahasa pengantar di banyak negara, dan bahasa Mandarin telah menjadi bahasa penting dalam perdagangan dan investasi internasional.

Aspek sikap terhadap bilingualisme dan diglosia: Globalisasi telah meningkatkan sikap positif terhadap bilingualisme dan diglosia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kesadaran akan pentingnya keterampilan bahasa dalam dunia yang semakin global.

Contoh dampak globalisasi terhadap pola bilingualisme dan diglosia di berbagai wilayah dan komunitas linguistik:

Di Eropa, globalisasi telah menyebabkan meningkatnya bilingualisme dan diglosia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya mobilitas penduduk di dalam Uni Eropa.

Di Asia, globalisasi telah menyebabkan meningkatnya bilingualisme dan diglosia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya peran bahasa Inggris dalam berbagai bidang, seperti bisnis dan pendidikan.

Di Amerika Latin, globalisasi telah menyebabkan meningkatnya bilingualisme dan diglosia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya interaksi antara orang-orang dari budaya yang berbeda.

Di Afrika, globalisasi telah menyebabkan meningkatnya bilingualisme dan diglosia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya peran bahasa Inggris dalam pendidikan dan perdagangan.

 

Tantangan dan peluang yang ditimbulkan oleh bilingualisme dan diglosia dalam masyarakat

Tantangan

Bilingualisme dan diglosia dapat menimbulkan beberapa tantangan dalam masyarakat yang semakin terglobalisasi. Salah satu tantangan yang paling umum adalah diskriminasi. Orang-orang yang bilingual atau diglosia sering kali distereotipkan sebagai orang yang kurang mampu dalam bahasa aslinya. Hal ini dapat menyebabkan mereka mengalami diskriminasi dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial.

Tantangan lain yang dapat ditimbulkan oleh bilingualisme dan diglosia adalah konflik identitas. Orang-orang yang bilingual atau diglosia sering kali harus memilih identitas mana yang ingin mereka anut. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan dan ketidakpastian tentang identitas mereka sendiri.

Selain itu, bilingualisme dan diglosia juga dapat menyebabkan kesulitan dalam belajar bahasa baru. Orang-orang yang bilingual atau diglosia sering kali memiliki kesulitan untuk mempelajari bahasa baru karena mereka sudah terbiasa dengan dua atau lebih bahasa. Hal ini dapat menghambat mereka untuk mendapatkan pekerjaan atau pendidikan di negara lain.

 

Peluang

Bilingualisme dan diglosia juga dapat memberikan beberapa peluang dalam masyarakat yang semakin terglobalisasi. Salah satu peluang yang paling besar adalah kesempatan kerja. Orang-orang yang bilingual atau diglosia sangat diminati oleh perusahaan-perusahaan multinasional karena mereka dapat berkomunikasi dengan klien dan rekan kerja dari berbagai negara.

Selain itu, bilingualisme dan diglosia juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Orang-orang yang bilingual atau diglosia memiliki kemampuan untuk melihat dunia dari berbagai perspektif. Hal ini dapat membantu mereka untuk memecahkan masalah dan menghasilkan ide-ide baru.

Bilingualisme dan diglosia juga dapat meningkatkan kemampuan adaptasi. Orang-orang yang bilingual atau diglosia lebih mudah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Hal ini dapat membantu mereka untuk sukses dalam kehidupan di masyarakat yang semakin terglobalisasi.

 

Kebijakan dan strategi linguistik yang dapat mempromosikan bilingualisme yang adil dan inklusif dalam era global.

Bilingualisme yang adil dan inklusif adalah suatu kondisi di mana semua orang, terlepas dari latar belakang bahasa mereka, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar, bekerja, dan berpartisipasi dalam masyarakat. Dalam era global, bilingualisme menjadi semakin penting karena dunia menjadi semakin saling terhubung.

Ada beberapa kebijakan dan strategi linguistik yang dapat mempromosikan bilingualisme yang adil dan inklusif, antara lain:

Pendidikan bilingual: Pendidikan bilingual adalah suatu pendekatan pendidikan yang menggunakan dua bahasa sebagai media pembelajaran. Pendidikan bilingual dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan bahasa dan budaya yang kuat, serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah.

Akses ke sumber daya bahasa: Orang-orang dari kelompok bahasa minoritas harus memiliki akses ke sumber daya bahasa yang memadai, seperti buku, majalah, dan situs web. Sumber daya bahasa ini dapat membantu mereka mengembangkan keterampilan bahasa mereka dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat.

Representasi bahasa dalam media: Bahasa-bahasa minoritas harus diwakili secara adil dalam media, seperti televisi, radio, dan film. Representasi bahasa ini dapat membantu meningkatkan kesadaran akan bahasa-bahasa minoritas dan mempromosikan penerimaan terhadap keragaman bahasa.

Kebijakan bahasa yang inklusif: Pemerintah harus memiliki kebijakan bahasa yang inklusif yang melindungi hak-hak bahasa minoritas. Kebijakan bahasa ini harus memastikan bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk menggunakan bahasa mereka di tempat kerja, sekolah, dan lembaga publik lainnya.

 

 PENUTUP

SIMPULAN

Bilingualisme dan diglosia adalah dua fenomena yang sering muncul dalam masyarakat, terutama di era globalisasi. Globalisasi membawa perubahan-perubahan di berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang bahasa. Bahasa-bahasa asing, terutama bahasa Inggris, semakin banyak digunakan di berbagai bidang, baik formal maupun informal. Hal ini menyebabkan semakin banyak orang yang menjadi bilingual atau diglosik.

Dampak globalisasi terhadap pola bilingualisme dan diglosia dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu: aspek jumlah penutur, aspek fungsi bahasa, dan aspek sikap terhadap bilingualisme dan diglossia.

Tantangan bilingualisme dan diglossia dalam masyarakat, yaitu: diskriminasi, konflik identitas, dan kesulitan dalam belajar bahasa baru.

Peluang bilingualisme dan diglossia dalam masyarakat, yaitu: kesempatan kerja, meningkatkan berpikir kritis dan kreatif dan meningkatkan kemampuan adaptasi.

kebijakan dan strategi linguistik yang dapat mempromosikan bilingualisme yang adil dan inklusif, yaitu: pendidikan bilingual, akses ke sumber daya bahasa, representasi bahasa dalam media, dan kebijakan bahasa yang inklusif

 

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan bahasa yang mendukung perkembangan bilingualisme yang sehat dan seimbang.

Lembaga pendidikan perlu mengembangkan kurikulum yang tepat untuk mendukung pembelajaran bilingual.

Media massa perlu menggunakan bahasa yang sesuai dengan konteksnya.

Selain itu, masyarakat juga perlu berperan aktif dalam mendukung perkembangan bilingualisme dan diglosia yang positif. Masyarakat perlu menyadari pentingnya bilingualisme dan diglosia sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas hidup.

 

 

 DAFTAR PUSTAKA

Wijana, I. D. P. (2021). Pengantar Sosiolinguistik. UGM PRESS.

Utami, S. W. B., & Handayani, D. (2023). Bahasa dalam Perspektif Sosiolinguistik. Airlangga University Press.

Hairus, S. (2015). Pengantar Kajian Bahasa: Sosiolinguistik.

Ibrahim, A. S. (1999). Hakikat sosiolinguistik.

Marat, S. (2005). Psikolinguistik suatu pengantar.

Abdurrahman, A. (2008). Sosiolinguistik: Teori, peran, dan fungsinya terhadap kajian bahasa sastra. LiNGUA: Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra, 3(1).


TAGS :

Ni Kadek Adiyani Rahmaputri

Ni Kadek Adiyani Rahmaputri lahir di Denpasar, 9 Oktober 2002. Menempuh pendidikan di Universitas PGRI Mahadewa Indonesia. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah.

Email: [email protected]

IG: aditanirahma

FB: Adiyani Rahma

Komentar