Lima Puisi Aris Setiyanto

  • By Aris Setiyanto
  • 21 Januari 2023
Istimewa

Wihara Tanah Putih

dari tanah yang suci ini,
diorama Semarang dan pengembaraan 
aku ingin menjelangi ujung cakrawala
seperti ketika berwajah kawula,
angin subuh dan kemalangan
selama perjalanan, adalah karibku

dari tanah yang suci ini,
menebak peruntungan nasib
apakah aku akan kembali?
sementara sayap-sayapku telah patah
sedang dewi terus menari
tempias dari mataku.

Maguwo, 18 Januari 2023


Mencari Alamat 

telanjur jauh—menuruni tanjakan
rupanya, wihara ada di atas
harus memutar dan nyaris ditubruk pengendara gila

masuk ke gerbang dukuh,
masih juga melewati tapal 
nyaris menjatuhkan kejora yang dipancang
agar gelapnya hidup tergusur

ia mungkin telah merampungkan tawaf
senyumnya jerumbai musim
meski di tubuh bukit ini,
guntur terus menyatakan perasaan
meminang tiang.

Maguwo, 18 Januari 2023


Uang Pengganti Bensin

jika kau memilih yang belum sempurna
kau hanya akan menyempurnakan perut yang lain
sementara perutmu terus melagukan kelaparan
dan kita hanya pekerja
pulang dengan menumpang
biksu itu membagi baginya
dan ia membagi bagi kita
kita hanya bisa berserah
sambil terus mengunyah asam kehidupan.

Maguwo, 18 Januari 2023


Tol Banyumanik

"dilarang kencing sepanjang jalan tol ini"

di luar sana,
ibuku (mungkin) kehujanan
ia merelakan kursi penumpang
menjadi yang paling malang
sedang, mataku sulit terpejam
sepulang dari perjalanan panjang
membasuh kakinya,
membasuh surga.

Maguwo, 18 Januari 2023


Memancing di Sungai

lama aku menanti
kau tak jua kembali
kini setelah dicari
rupanya, kau menceburkan diri
berlari dari kepedihan
melarungkannya hingga samudera
namun harus kau tahu
aku rindu riuh tawamu.

Maguwo, 18 Januari 2023


TAGS :

Aris Setiyanto

Lahir 12 Juni 1996. Juara harapan 1 lomba cipta puisi Kopisisa Purworejo 2022. Karyanya termuat di media daring maupun cetak.

Komentar