Tujuh Puisi I Wayan Esa Bhaskara

  • By I Wayan Esa Bhaskara
  • 01 April 2020
Foto: Tut Sugi

DOA SEHARI-HARI

 

aku mengadu selepas purnama

di sudut rumahMu, memenjara diri

riang tembang doa sehari-hari

sepanjang usia

 

aku meragu pada para dewa

manusia lain pun mengutuk

“benarkah doaku belum tiba?”

            tanya datang

dalam lincir sunyi

 

kutangkap wajahMu

pada aroma cendana

tiba-tiba

semakin samar, semakin nyata

menyapa jiwa

 

(2019)

 

 

JALAN KE SELATAN

 

ia menandai kalender

lalu ayunan langkah pertama

saat hujan begitu lekas pergi, langit begitu bersih

ketika tubuh kecup mulut mentari

ia datang berkemban kuning

ia putuskan pandangan,

sementara ludah tertelan sendiri

ia tusukkan senyum manis,

pada mimpi kami.

 

(2018-2019)

 

 

DOA DI ATAS TANAH

 

di potong tanah yang baik

upacara, upakara digelar

menjangkau rahasia demi rahasia

 

dibawa air

mengairi sudut mimpi abadi

semenjak percaya

pada yang tak bernama

 

kami memejam

bertebar pesan di kepala

terjaga dengan tabah

 

sehampar sesaji

pagi hampir mati

dalam puja mantra lima baris

 

(2011)

 

 

HENING

 

pagi ini dingin

5 derajat celcius

            rindu jadi beku

            kujemput ia

            dengan daster tidur

            warna abu

 

pagi ini meski dingin

kau tak kan mati

            untukku,

hening kan mendekapmu

 

(2010)

 

 

MEMBAGI DOA

 

Kudapat dari kitabMu

adalah detak jantuk, desah napas

membagi doa, menjadi doa

 

Dua musim yang kujumpa

dari halaman rumahMu

adalah tulisan tanganMu

pada lebar kening ini

 

Sementara saban hari kami menulis doa

menjelang pergi, mengantar tidur,

pada hari-hari yang tabah

sepertiMu membagi doa tuk kami dan mereka

jadi bagian-bagian

pagi, siang, sore

utara, timur, selatan, barat

jadi apa saja yang bikin bijak

di tempat beda

di hatiMu, semesta jiwaku

 

(2012)

 

 

MEDITASI

 

tak mudah, kata-kata tak bertuan

dikelilingi ingkar

derit lidah yang tabah

 

sebab aku tahu

angin sore itu

obat semesta buat jiwa

tunas bahagia pencipta buat kita

 

lampaui diri

sesudah bentuk seribu bentuk

berkelana sampai matahari

hingga rela ruang ini dibagi

 

(2017)

 

 

MANTRA

 

tiap kali aku berusaha menyentuhMu

segala kata kupilih

kupilah dalam diriku

bak seikat sampan

lalu kulayarkan menujuMu

 

pada kedalaman diriku

kunyalakan diriMu

menerangi sungai membelah diriku

tatkala memuja diriMu

tempat mantra menyusur ke arahMu

 

(2019)


TAGS :

I Wayan Esa Bhaskara

I Wayan Esa Bhaskara bergaul di Komunitas Mahima, Singaraja. Puisinya dimuat Bali Post, Tribun Bali, Denpost, Pos Bali, tatkala.co, Wartam, dan Jurnal Suara Saking Bali. Puisinya juga termuat dalam beberapa antolgi bersama, antara lain Saron (2018) dan Sang Guru (2019). Menanam Puisi di Emperan Matamu (2018) adalah buku puisi pertamanya.

Komentar