Puisi-puisi Made Taro

  • By Made Taro
  • 05 Januari 2020
Foto: tribunnews.com

Kan Tenggelam Matahari

 

Kan tenggelam matahari

sebelum pergantian kala malam tiba

Kan tenggelam cahaya jingga meratap senja

datang terlalu segera  dan pergi masih ada

yang dilupakan

 

Kan tenggelam matahari

burung camar kembali memburu waktu

melupakan gelombang laut besok kan kembali ke pantai

Ada yang terlalaikan cinta dibujuk senja

ada yang terlupakan  jasa di gairah senja

 

Kan tenggelam matahari

tak seorang tiada harap dan cemas

menggigil dalam selimut dan kuyup

Senja!

Biarkan aku berpeluk mengecup hidup

Senja!

Katakan padanya, selamat tinggal

 

Denpasar, 1968

 

 

Pengantar Jenazah

 

Orang mati kalungilah bunga-bunga

bila cintanya melingkari bahu manusia

 

Orang mati adalah si miskin yang telanjang

tak sehelai pun yang dibawa pulang

 

Orang mati hendaknya tidur di rumah

sebab di dunia rumah bukan milik kita

 

Matilah, karena mati panggilan kedua

panggilan pertama kelahiran berkabut dosa

 

Matilah, karena mati kesempatan yang mulia

melepas selimut dari dekapan dewi maya

 

Denpasar, 1972

 

 

Telah Lewat

 

Banyak yang telah lewat

hanya kulihat

tanpa kutatap

 

Lewat begitu saja

sekali menoleh

tangannya yang ringan

melambai dan menyapa

Mengapa diam saja

tanpa segumpal niat

mengharap atau menghujat

 

Dalam diam

banyak yang telah lewat

mungkin aku menyerah

seperti pertapa yang kalah

tak kuasa kupejam mata

kudengar langkah-langkah

menjauh dengan gagah

lalu terhenti di sebuah rumah

 

Yang lewat pun memilih diam

di situ jam dinding

tak berdenting lagi

 

Denpasar, 2005

 

 

Kurungan

 

 

Kita boleh memilih

kurungan yang nyaman

indah dan bersih

 

Karena suatu keinginan

dan kebanggaan untuk menang

memilih pun menjadi hak

Siap menantang bertaruh

walau modal awal

tinggal separuh

 

Di arena kita bergolak

mengunyah menang-kalah

melupakan rasa gundah

dari naskah sandiwara

yang berlakon sementara

Biar puting beliung

mengungkap yang terkurung

segalanya akan telanjang

melayang dan menerawang

 

Waktu pun berjalan dengan aman

tinggal menunggu sebuah kurungan

yang mana dan untuk siapa

 

Denpasar, 2005

 

 

Penghuni

 

Satu persatu

penghuni itu bepergian

 

Setiap yang pergi

melangkah ragu-ragu

disekanya air mata

dari kelopak yang bengkak

 

Seribu hari menunggu

merajut tali pelangi

menjadi mimpi

yang tak pernah selesai

 

Lebih baik berjalan saja

tanpa menoleh

goresan yang tertoreh

pergi hanya mengungsi

seperti matahari

yang kembali lagi

meniti pagi

 

Pergilah dengan pasrah

ke tanah yang diwariskan

di rumah yang bersejarah

biarkan saja

keong-keong beranak-pinak

 

Denpasar, 2005


TAGS :

Made Taro

Lahir di Sengkidu, Manggis Karangasem, 16 April 1939. Sarjana Arkeologi Fakultas Sastra UNUD. Di masa remaja gemar menulis puisi dan cerpen. Di masa tua gemar menulis dongeng, mendongeng, mencipta lagu dan plalian kreasi baru.. Mendirikan Sanggar Kukuruyuk, kegiatan untuk anak-anak pada tahun 1973. Pengalaman berkutat dengan puisi, cerpen, dongeng, gending rare, dan plalian, telah dituangkan menjadi lebih dari 40 buku yang terbit di dalam negeri maupun luar negeri.

Sering diundang ke beberapa negara sebagai peserta seminar, workshop dan festival. Memperoleh lebih dari 20 penghargaan (award) antara lain sebagai maestro seni tradisi lisan dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, dan Anugerah Kebudayaan dari Presiden RI.

Komentar