Puisi-puisi I Wayan Widi Astama

  • By I Wayan Widiastama
  • 22 Desember 2019
Koleksi Pribadi.

Gulinten Senja Kala

 

aku melaju bersama degub rindu

melayang di kelokan mesra

jalan ke hatimu

            Gulinten

           

penyambut berselempang kabut

gigilnya telanjangi ego yang menggelayut

di ruang jiwaku yang kalut

           

di Gulinten, gumi enten

bumi bercerita tentang indahnya buah doa

langit disepuh tawa bahagia

 

di Gulinten

tatap Toh Langkir menyejukkan

dipandangnya Dewi Samudra

yang larut dalam ritual senja

 

sebait Asmaradahana lahir di rahimmu

temani hangat kopimu

dalam tutur akrab penghunimu

 

di Gulinten visiku termurnikan

 

(Juni 2019)

 

 

Selamat Pagi Desember                                    

 

bagaimana kabarmu?

masihkah kau menyulam gulita?

sedangkan malaikat telah meniup sangkakala cahaya

 

masihkah kau berkubang duka?

mengkafir anak cahaya yang datang menghantar seikat bahagia

 

mari mampir di dunia 3x4 ini

bersama gerimis kita berbagi birahi dalam tetesan kopi pagi

dan rapalkan mantra pengundang hasrat

 

Desember

mari bersepakat

deras hujanmu tak hapus sorga di telapak kaki ibu pertiwi

tapi mencungkil dekil wajah koruptor

 

(Desember 2016)

 

 

Di Klinik

 

Kita menulis dengan tangan gemetar

Kita melukis dengan dada berdebar

 

Harapan yang ingin kita ajak pulang

 

Banyak tulisan

Beribu lukisan

 

Terhapus gemerlap musim

 

Tulis

Lukis

 

Asa sahaja

Letakan di saku celana

 

Di rumah kita pajang

 

(November 2019)

 

 

Bersama Debar Waktu

            : Wayan Paing

 

Bersama debar waktu

dicumbu kelabu

kita jelajahi rindu

 

Dalam pekat kopi

yang kau sajikan

di pelepah waktu

diksimu melahap pekatku

 

Dalam gelas tuak

kita telusuri alur luas

seluas Mahabarata

 

Kita sepakat untuk tenggelam

Kita sepakat untuk tidak karam

 

(11. 2019)

 

 

 Mabuk

 

Saat gelas demi gelas

diksi beraroma anggur

masuk. menyeruak dalam

celah indah di mulutmu

 

Aku di sini terjaga dari meditasi

kepalaku pusing. mabuk puisi

perutku mual. muntah diksi

 

Tentang jauhmu serupa obat

bagi bangunan cinta

 

Saat tubuhmu mulai menari

bersama melodi keringat di leher indahmu

nafasku mulai sesak

menahan berjuta debar

 

Tentang gemulai sapamu

pernah setubuhi  gaguku

 

Mabukku hangat

saat seporsi mabukmu ada dalam mabukku

 

(11. 2019)

 

 

Setelah Beratus Hari

 

Setelah beratus hari, Nur

kulewati lagi kicau jalan

Karangasem-Buleleng

 

Dalam kelokan jalan di Tulamben

erat pelukmu tersaji

senada desahmu di jalan bergelombang

sepanjang Tianyar-Tejakula

 

Di Ponjok Batu, Nur

kumenyaksi lagi

tiga biji tirta

menempel di bibirmu

 

Di Singaraja, Nur

aku hanya lewat

kubiarkan kenangan lekang

 

Aku melaju menuju Patas

mempertegas batas

yang dulu ingin kita pangkas

 

(11. 2019)

 

 

Desember

 

1/

Lakon Desember dimulai

 

Daun-daun sujud pada bumi

memberi jalan lapang pada ranting

untuk tetaskan tunas peradaban

mahkota bunga menyajikan madu

pada lebah yang datang bertamu

 

Itu hanya mimpi di siang yang nanar

 

Kudapati pohon-pohon telanjang

lebah sekarat di kedalaman kemarau

 

2/

Langkah Desember terpaku

 

Dari balik dinding bata

menyeruak barisan mantra

bersama ribuan afirmasi

di lekukan bibir menari

 

Ada boneka yang bernyanyi

tentang mimpi yang mimpi

 

Detak jantung mengeja dosa purba

meletup di balik dinding bata

 

3/

Dari rahim pagi

hujan perawan menetas

membangunkan bajak dan cangkul

dari meditasi kemarau

 

melompati pucuk-pucuk rindu

menggenang di tubuh sungai

mengalir kebening matamu

 

4/

Berulang Desember datang

aku masih sama

mencari jalan pulang

menuju hatimu yang lapang

 

(12. 2019)


TAGS :

I Wayan Widiastama

Guru SD yang lahir dan tinggal di Karangasem, Bali.

Komentar